Superfriends, baru-baru ini gue menonton ulang sebuah film yang berjudul CBGB. Dalam film tersebut, gue melihat bagaimana Hilly Kristal (Allan Rickman) membangun sebuah Bar pusat skena permusikan di daerah Bowery yang dulunya kumuh menjadi tempat ikonik bernama CBGB (Country, Blues Grass and Blues). Lantas gue jadi terpikirkan untuk menulis tentang sebuah skena. Bagaimanakah sebuah skena dapat terbentuk? Apakah itu terbentuk begitu saja? Well, mungkin. Tapi ada beberapa pihak juga yang menopang agar sebuah skena mampu terbentuk dengan kuat, beberapa di antaranya yaitu:
Venue yang Mewadahi
Tidak bisa dipungkiri bahwa di kota atau daerah tertentu membutuhkan sebuah tempat yang mampu mewadahi kreasi para musisinya. Entah itu sebuah art space atau café sekalipun bisa menjadi pilihan untuk berkumpulnya para penggiat seni, musisi, atau audiensnya.
Hal itulah yang menjadi syarat mutlak terbentuknya sebuah skena permusikan. Tempat di mana para musisi bisa sekadar berkumpul, mengadakan acara musik, bahkan menjadi record store untuk para musisi lokal.
Dahulu tempat yang sempat menjadi wadah tampil bagi permusikan di Jakarta adalah BB’s. Tempat itu mengingatkan gue dengan CBGB yang kini juga telah tiada. Namun seiring perkembangan waktu, mulai banyak lagi tempat-tempat baru yang bisa mewadahi. Gue dan Saptarasa sering berkunjung ke Pavilliun 28 Jakarta Selatan, ada juga MBLOC yang tak jauh dari sana.
Di beberapa daerah juga terdapat venue-venue atau art space yang memungkinkan banyak band untuk perform. Bahkan, ada juga beberapa tim atau perseorangan yang menjadi semacam agen untuk apabila ada band yang ingin mengadakan tur di kota tersebut. Bisa dibilang ini adalah tempat singgah bagi performa band yang bersangkutan untuk kota tersebut.
Adanya Band yang Menampilkan Lagu Orisinil Mereka
Orisinalitas sangat berperan penting dalam meramaikan sebuah skena. Keberagaman orisinalitas musisi mampu menjadi warna yang sangat seru untuk ditelusuri. Bahkan, bisa dibilang tiap daerah memiliki warna-warna yang berbeda. Di kota besar seperti Jakarta saja sudah banyak ragam musik yang berbeda-beda.
Jakarta Selatan yang cenderung edgy, Jakarta Utara yang cenderung diwarnai dengan punk, ada juga beberapa daerah lain yang mewarnai dengan genre tertentu. Ada pula band yang juga menunjukkan musiknya dengan kearifan lokal daerahnya.
Lagu yang orisinil dari banyak band mampu menjadi ragam yang menyenangkan untuk diikuti. Dari sana bisa kita resapi bahwa tiap band saja memiliki campaign dan pesannya masing-masing. Perbedaan genre juga mampu menjadi opsi.
Penyelenggara Gigs yang Mampu Memberi Profit Musisi dengan Layak
Di beberapa daerah kerap terjadi adanya beberapa oknum berkedok Event Organizer (EO) yang tidak mampu menghargai karya, keringat dan jerih payah musisinya seakan-akan musik adalah barang murahan. Banyak juga yang berkedok kolektifan, padahal di belakang itu ada profit besar yang masuk ke kantong oknum-oknum tersebut.
Lebih sedih lagi, ada beberapa EO yang justru melabeli “band sombong” untuk beberapa band yang meminta kelayakan untuk pertunjukannya. Jangankan sound yang layak, bayaran yang layak pun sering dianggap permintaan yang berlebihan.
Di beberapa komunitas atau daerah, budaya ini sering menjadi duri dalam daging. Padahal sebuah band atau musisi juga manusia yang memiliki kebutuhan, misalnya untuk beli senar yang berkualitas baik.
Ada yang bilang beda kolam, beda pula bayarannya. Ini bukan permasalahan kolam kecil kolam besar, tapi pertunjukan musik juga layanan jasa yang patut dihargai juga. Setidaknya, kalau harganya kurang cocok ya tidak usah memberi cap “band sombong” dan semacamnya terhadap musisi tersebut.
Kelayakan bayaran musisi cukup berperan penting untuk ekosistem sebuah skena permusikan. Di Indonesia sendiri, pihak penyelenggara acara yang sering membayar dengan layak saat ini sering kali dari brand rokok. Dalam praktiknya, mereka memiliki level profesional dalam menangani sebuah acara musik, baik itu untuk musisinya maupun pihak lain yang terkait.
Adanya Sosok yang Dijadikan Panutan
Kita sebagai orang Indonesia memang sejak kecil diajarkan untuk menghormati orang tua. Itu adalah ajaran yang sangat berguna. Belajar dan patuh pada orang-orang yang sudah berpengalaman sangatlah mempermudah para musisi yang baru terjun atau masih merintis karir musiknya.
Banyak para sosok yang berkecimpung di dunia musik, baik itu musisi maupun pendukungnya (orang media musik, produser, manajer band dll). Baik ia tua ataupun masih muda namun memiliki sepak terjang yang sudah lebih intens. Musisi pemula membutuhkan sharing, sedangkan para senior ini juga cenderung senang jika sepak terjangnya dahulu mampu menginspirasi generasi saat ini. Sungguh suatu simbiosis mutualisme yang menyenangkan dalam berkesenian.
Media Musik yang Menjadi Jembatan
Peran media dan platform musik dalam penyampai pesan ke khalayak umum menjadi penting karena sebuah musik tidak akan menggerakan banyak orang jika hanya disimpan di dalam satu tempat saja. Perlu adanya upaya untuk menyiarkan musik tersebut agar semua orang tahu seberapa layak musik tersebut untuk meramaikan sebuah skena. Media massa adalah jawabannya, sebuah band harus memberitahukan karya mereka ke media massa agar karyanya masuk ke orbit skena. Sebaik-baiknya karya adalah yang dirilis dan disiarkan.
Edukasi yang Baik Tentang Musik maupun Ranah Industrinya
Baru-baru ini gue mendapati sebuah cerita di mana ada sebuah band yang meminta konten videonya terhadap sebuah rumah produksi dengan cuma-cuma. Apa yang salah? Well, di sini pihak band merasa bahwa “Kan ada gue di video itu! Gue berhak minta kontennya, terserah gue nanti mau diapain!” begitu kira-kira ya. Namun, tidak semudah itu, yang punya konten tersebut adalah rumah produksi, walaupun band tersebut in frame, tapi tetap saja konten itu milik siapa? Hal ini menjadi kesimpulan bagi gue bahwa ternyata masih banyak band yang secara musikalnya baik, namun secara industrialnya masih membutuhkan arahan.
Oleh karena itu, dalam sebuah skena permusikan nyatanya masih membutuhkan edukasi. Entah itu edukasi tentang industrinya, teknis bermusik, bahkan mungkin etika permusikannya. Beberapa teman media juga pernah bercerita bahwa masih banyak band baru yang belum bisa mengirimkan press release dengan layak.
Hal ini sangat disayangkan karena bisa jadi musisi yang belum tahu atau clueless tersebut sebenarnya bagus, tapi potensinya tidak terpenuhi dengan baik. Seminar musik (secara daring maupun secara langsung) bisa menjadi opsi yang baik.
Gue sering menemukan ada beberapa venue yang mewadahi untuk mengadakan acara seminar yang mendatangkan musisi-musisi senior untuk membagikan ilmunya. Ada yang bayar, ada juga yang gratis. Silakan pilih karena tetap belajar itu hukumnya wajib agar kamu tidak misguided atau ‘tersesat’, apalagi jika sampai bikin kacau di sana-sini.
Please choose one of our links :