Author :
Article Date : 03/06/2020
Article Category : Super Buzz
Dulu, sebelum pandemi melanda, gigs merupakan sebuah hal yang wajar dikunjungi setiap minggunya. Entah aksi-aksi band teman, band dari luar kota, atau terkadang, yang terbang dari negara lain; bagi beberapa orang, gigs sudah menjadi hajatan yang lumrah dijajal sewaktu-waktu. Selaku salah satu sajian musik live dalam format paling intim, menghadiri sebuah gigs menjadi aktivitas yang, meski terasa biasa saja, sudah menjadi bagian keseharian yang tidak tergantikan. Sakral.
Sayangnya, semua itu adalah normal yang lama: keseharian kita sebelum pandemi mewabah lintas dunia. Darinya, masyakarat terpaksa beradaptasi guna melawan penyebarannya. Sama halnya dengan tur, konser, festival dan party; gigs menjadi salah satu unsur yang dikorbankan. Singkat kata, tulisan ini disusun atas kerinduan mengunjungi sebuah gigs. Atas musik yang melantang keras dari panggung kecil yang intim, atas semua keluhan “venue yang itu-itu saja,” hingga memar-memar ringan dan suara yang habis akibat kerusuhan aksi semalam yang jadi pelampiasan rasa bosan setiap minggunya.
Berikut kami urutkan beberapa hal yang paling dirindukan dalam menghadiri sebuah gigs. Baca lengkapnya, di bawah ini:
1. Sing-a-long
Nyanyi bareng barangkali menjadi respon dari menikmati musik dalam tahapan yang paling mendasar. Entah karena lagu yang catchy, relevan dengan diri sendiri, atau memang layak dilantangkan bersama-sama; sing-a-long sudah tidak bisa lagi dipisahkan dengan gigs--kecuali band yang beraksi adalah band band instrumental, tentunya.
Salah satu band lokal yang selalu berhasil menjadi komando koor masal adalah The Adams. Pernah menyaksikan mereka bermain di venue kecil? Jangankan lirik-lirik klasik di lagu “Halo Beni” atau “Konservatif”, dengan the Adams, permainan gitarnya pun kerap membuat banyak orang menyanyikan nadanya bersama-sama. Ajaib.
2. Headbang
Musik cadas dan gigs memang punya hubungan baik--dua unsur yang serasi. Musik keras selalu terasa cocok dinikmati di tempat yang kecil, sempit, sembari berdesak-desakan. Sebelum masuk ke tahap merusuh yang lebih tinggi, yang wajar dari gigs musik cadas adalah headbang. “Besok leher pegel” sudah menjadi santapan tiap gigs.
Mungkin ada di antara kita yang sempat menikmati Seringai era-era gigs? Bisa terbayangkan aksi energetik mereka melibas lagu-lagu oktan tinggi yang sekarang sudah dipatok dengan predikat klasik. Headbang is a must! Meskipun Arian cs. masih tidak bisa bertambah tua hingga sekarang, barangkali hari-hari Seringai main di gigs kecil bisa menjadi saksi kebebasan remaja yang klimaks--mungkin juga hingga keluar batas? Berbicara seputar Arian, SUPERMUSIC punya konten QuickQ baru dengan sang vokalis. Sudah ditonton?
3. Moshing dan crowdsurfing
Jika kalian belum pernah melakukan moshing dan crowdsurfing, tanyakan kepada rekan-rekan kalian yang menjiwai musik keras dan ngebut: “Mana yang lebih enak untuk mosh dan crowdsurf, gigs atau konser/festival?”. Sebagian besar akan menjawab gigs. Kenapa? Karena di sanalah tempatnya.
Musik ngebut rem-blong macam punk dan segala subgenre-nya kerap menjanjikan aksi mosh dan crowdsurf paling liar di Indonesia. Berdoalah agar pandemi cepat surut, dan jajal gigs-gigs merusuh dari taRRkam, Teenage Deathstar, The Cat Police, dan berbagai grup gila lainnya. Niscaya kalian dapat merasakan pengalaman penuh mosh dan crowdsurf.
4. Belanja merch
Gigs bisa berartikan banyak hal. Sekedar manggung biasa, release party, ataupun tur dan lain sebagainya. Dalam agenda-agenda tersebut, biasanya band yang manggung ikut melapak menjual merchnya. Beberapa jagoan gigs pun seringnya datang berbekal duit jajan. Untuk apa lagi? Selain belanja merch.
“Nitip kaos aja dong, gue gak bisa dateng nih!” adalah ungkapan yang lumrah di sirkuit pendatang gigs. Gigs bisa jadi salah satu momen paling mudah untuk membeli merch yang hampir selalu sold out, seperti koleksi merch Grimloc Records serta roster dan rilisannya yang selalu habis sewaktu diunggah ke sosmed. Beli merch di gigs tentu menghadirkan sentimen lebih bagi barangnya.
5. Ketemu teman lama
Gigs kerap diisi oleh muka-muka familiar. Kalian yang sering datang ke gigs tentu merasakan hal ini. Namun, ada saatnya di mana gigs menjadi titik temu dengan teman-teman lama. Barangkali ada yang merantau, lalu band teman berkunjung ke kota kalian, atau teman gigs yang baru pulang dari studi luar kota, gigs bisa mempertemukan kita dengan teman lama. Status “teman” dalam konteks ini tidak jarang muncul dari selera musik yang sama.
Ketemu teman lama seringkali memberikan pengalaman yang seru; sekedar catch up, bercengkerama ringan dan melepas rindu. Yang pahit adalah ketemu mantan. Lebih berbahaya lagi jika yang main adalah band favorit kalian dulu sewaktu pacaran. Bayangkan ketemu mantan di gigs intim White Shoes and the Couples Company, dan lagu “Senandung Maaf” atau “Kisah Dari Selatan Jakarta” bersua. Menyapa lagi atau menahan emosi, piliham ada di tangan kalian, bro.
6. Nongkrong di backstage
Bermain ke gigs ketika yang manggung adalah band teman sendiri seringkali memberikan kita akses ke balik panggung. Tak jarang, kita turut membantu mengangkut alat dan efek, jadi kru dadakan. Di backstage, banyak hal-hal seru yang biasa terjadi (tidak perlu dijabarkan di sini), yang tentu menjadi salah satu daya tarik main ke gigs lokal.
Buat kalian yang sering main ke gigs daerah kalian, sudah pernah diajak ke backstage atau ruang tunggu artist? Canda gurau sebelum turun panggung, gabut karena acara ngaret, atau drama personil telat dan alat-alat rusak kerap terjadi di sana. Itu, atau tragedi over-konsumsi yang biasa melanda anak band. Apapun itu kisahnya, what happens in backstage, stays in backstage--walaupun pada realitanya, tidak selalu demikian.
***
Dari semua aktivitas gigs ini yang sudah dijabarkan ini, manakah yang paling kalian rindukan? Semoga pandemi cepat surut sehingga kita semua bisa kembali menghadiri gigs lokal. Suarakan pendapat kalian di kolom komentar di bawah, ya!
Please choose one of our links :