Close burger icon

HELLO THERE, SUPER USER !

Please Insert the correct Name
Please Select the gender
Please Insert the correct Phone Number
Please Insert the correct User ID
show password icon
  • circle icon icon check Contain at least one Uppercase
  • circle icon icon check Contain at least two Numbers
  • circle icon icon check Contain 8 Alphanumeric
Please Insert the correct Email Address
show password icon
Please Insert the correct Email Address

By pressing Register you accept our privacy policy and confirm that you are over 18 years old.

WELCOME SUPER USER

We Have send you an Email to activate your account Please Check your email inbox and spam folder, copy the activation code, then Insert the code here:

Your account has been successfully activated. Please check your profile or go back home

Reset Password

Please choose one of our links :

Acum Bangkutaman: Kaos Band adalah Bahasa Pergaulan

Author : Admin Music

Article Date : 30/03/2023

Article Category : Noize

Gue ingat ketika merchandise band belum semarak seperti hari ini. Ketika gue masih SMA di era 1990-an silam, kaos band menjadi identitas pribadi yang melekat ke pemakainya saat berada di area pergaulan: tempat nongkrong, tak terkecuali acara-acara musik. 

Gue juga ingat memakai kaus Sepultura di tahun 1995-1996. Sepulang sekolah, baju seragam sekolah langsung gue ganti dengan kaos Sepultura dan jeans belel buat sekadar ikut teman-teman nongkrong di sekitar kawasan Melawai-Blok M, Jakarta Selatan. Dari taman samping terminal, naik ke jembatan, sampai berjalan-jalan di sekitaran Blok M Plaza, Blok M Mall, dan berakhir membeli kaset-kaset di Aquarius Mahakam.

Gara-gara kaos yang gue pakai itu, gue bisa dengan mudahnya berkenalan dengan teman-teman baru yang juga memakai kaus band rock ketika sedang memilih kaset-kaset rock terbaru di Aquarius. Bermodal teh botol dingin dan rokok ketengan, kami mengobrol tentang band-band rock kesukaan kami. Minimal, selain Sepultura, Metallica, Obituary, dan Kreator menjadi topik obrolan kita di sore itu.

Tahun berlanjut, selera musik berubah. Gue menggemari band-band hardcore tak beberapa lama ketika gue mulai membentuk band hardcore pertama gue, Fist of Fury. 

Sebagai anak band, tentu referensi musik harus mengikuti, begitupun kaus band. Beberapa kaus band lokal, juga band-band hardcore luar hasil tangkapan dari distro-distro teman menjadi modal untuk pergaulan saat itu, baik ketika band kami manggung atau hanya sekadar hadir di perhelatan musik bawah tanah.

Dimulai dari kaos, kami saling bertukar informasi tentang band. Pun jika gue nggak begitu tahu dalam soal band yang gue pakai kausnya, beberapa orang akan memberikan informasi tambahan ke gue tentang band-band apa yang harus gue dengarkan dan diburu merchandise-nya.

Tahun demi tahun bergulir, musik membawa gue dari Jakarta ke Jogja. Gue berkuliah di Jogja dengan berbekal referensi musik yang gue bawa di Jakarta. Saat itu, selera musik gue sudah bergeser, dari rock/metal, punk, hardcore, sampai ska dan britpop. Di tahun-tahun awal gue di kota gudeg itu, gue banyak bergaul dengan banyak orang dari genre musik ini. Beragam acara musik gue sambangi. Dan dengan kaos band, gue nggak kesulitan untuk mendapatkan teman, Superfriends. 

Hobi skateboard yang gue gandrungi sejak SMA membawa gue ke Jogja, beberapa teman skate pertama gue mengapresiasi dan mengajak kami bermain skate bersama. Dan gara-gara kaos band hardcore yang gue pakai, beberapa teman skate yang sefrekuensi dengan gue mengajak membuat band hardcore. Kami bermain di beberapa gig di Jogja, it was a fun time.

Nggak cuma sebagai bahasa pergaulan, kaos band ternyata juga menjadi bagian dari titik balik perjalanan musik gue, Superfriends!

Ada pengalaman menarik tentang itu. Saat itu di akhir 1998, di sebuah minggu pagi yang cerah, gue tengah bermain skate di Gedung Pusat UGM. Saat itu, gue sedang pakai kaus The Stone Roses, band favorit gue. Ada teman yang saat itu mengenalkan gue pada rekan kampusnya yang pagi itu menonton saya dan teman-teman bermain skate. Pria itu mengapresiasi kaos gue, sambil tersenyum, ia berkenalan dengan gue sambil menunjuk ke arah kaos The Stone Roses yang gue pakai. Kami lalu mengobrol tentang bagaimana kami mengenal The Stone Roses dan lagu-lagu apa yang jadi favorit kami.

Ujung-ujungnya, kami pun membentuk band bernama Bangkutaman. Pria itu adalah Justinus Irwin, yang awalnya menjadi gitaris Bangkutaman. Bersama Bangkutaman pun, gue menyelami dinamika sebagai musisi amatir, manggung, rekaman, membuat merchandise kaos band sendiri dan diapresiasi banyak orang, membawa kami melanglang buana ke perhelatan nasional, internasional, manggung, dan tur di luar negeri sampai hari ini.

Jadi, jika ditanya seberapa penting kaos band buat gue, jawabannya bukan hanya penting tapi mengubah hidup gue, Superfriends! 

Gue pun nggak ambil pusing jika hari ini ada banyak orang yang mengapresiasi sesuatu dengan membeli kaos band namun tidak tahu tentang apa yang ia pakai. Itu sah-sah saja. Pun ketika mengapresiasi sebuah produk, visual menjadi hal utama yang terlihat. Tapi ada baiknya—ini nggak wajib, sih—ketika mereka membeli, mereka bisa pelan-pelan mengulik apa yang ia kenakan, meskipun di permukaan. 

Informasi hari ini jelas jauh lebih mudah didapatkan, musik-musik bisa langsung didengar, berbeda dengan dahulu yang harus menabung untuk membeli kaset dan CD untuk bisa mengapresiasi. Jadi harusnya jalan untuk mengulik dan mengapresiasi sebuah produk jauh lebih mudah dan menyenangkan.

Nah, Superfriends, lo punya koleksi kaos band apa saja, nih?

Image source: Shutterstock

PERSONAL ARTICLE

ARTICLE TERKINI

Tags:

#acum bangkutaman #kaos band #Bahasa Pergaulan #Bangkutaman #Supernoize

0 Comments

Comment
Other Related Article
image article
Noize

Rudolf Dethu: Muda, Bali, Bernyali

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Perilaku Individu Musik Indonesia di Era ‘Baby Boomers’ dan ‘Gen X’

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Yulio Piston: Tentang Menjadi Pengkritik Musik

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Sudah Saatnyakah Indonesia Punya Rock ‘n Roll Hall of Fame?

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Acum Bangkutaman: Mencari Band Buruk yang Berpengaruh

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Berkeliling Eropa Bersama Morgensoll dalam Eternal Tour 2023

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Pentingnya Paham Soal Hukum dalam Industri Musik

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Musisi Bertopeng dan Budaya Asalnya

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Menebak-nebak Masa Depan Vinyl Indonesia

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Catatan Perjalanan: EHG Forever, Forever EHG!

Read to Get 5 Point
image arrow
1 /