Di masa pandemi ini, saat semua pihak di kancah musik ini berteriak tidak bisa melakukan apapun di industri ini, ternyata musik Indonesia menyajikan kejutannya, meskipun hanya letupan kecil. Sejumlah besar musisi merilis album fisik dalam format vinyl atau piringan hitam dan ludes. Dari mulai album Menari Dalam Bayangan-nya Hindia, Selamat Ulang Tahun-nya Nadin Amizah, juga tak ketinggalan, album ketiga White Shoes and The Couples Company bertajuk 2020. Semua album ini, ludes langsung dalam periode yang tidak terlalu lama. Industri pun tergeliat, musisi mendapatkan keuntungan langsung, tak terkecuali label yang merilisnya.
Selain vinyl, sejumlah besar musisi juga ramai-ramai melepas karya mereka dalam bentuk kaset. Dari unit indie pop asal Lombok, The Dare, indie rockers asal Bogor Swellow dan lain sebagainya. La Munai Records, label yang memang terkenal dengan rilisan fisiknya bahkan membuat program khusus Kaset Klab yang memuat rilisan-rilisan kaset dari seluruh musisi keren tanah air. Dua katalog awal mereka: album ketiga Bangkutaman bertajuk Dinamika dan sebuah EP dari Puff Punch menjadi pemicunya.
Meski bukan barang baru, format rilisan vinyl, kaset dan CD tetap renyah sebagai alternatif jualan musik bagi sebagian musisi. Meskipun dari hirarki keuntungannya tidak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan dari panggung, tapi ada nilai lain yang membuat penjualan format fisik masih diminati oleh sebagian kecil musisi. Sebagian besar menganggap bahwa ini adalah hirarki format rilisan yang harus mereka jalani, namun tidak sedikit yang menganggap ini juga adalah gimmick untuk tujuan berpromosi. Sah-sah saja.
Sejak tujuh tahun lalu hingga hari ini, penikmat musik Indonesia dimanjakan dengan hadirnya layanan streaming musik yang menawarkan musik yang diputar gratis. Jutaan katalog baik lagu dan album dari jutaan musisi Indonesia diputar setiap detiknya. Beragam playlist dihadirkan sebagai bentuk apresiasi juga strategi marketing dan promosi yang bagus untuk para musisi. Bahkan, tidak sedikit yang menjadikan playlist-playlist di layanan streaming ini sebagai KPI dalam strategi bisnis sebuah band hari ini.
Saya tidak mau membuka banyak soal berapa banyak keuntungan yang didapat dari tiap musisi lewat layanan ini. Setelah saya amati, saya tidak menemukan perbandingan yang sehat antara musisi yang menjadi jutawan dan mereka yang masih mengais keuntungan dari layanan ini. Namun ini pun sebenarnya perbandingan ini adalah pola umum dari semua industri musik di seluruh dunia. Banyak yang mencoba, sedikit yang beruntung. Perbandingannya memang tidak bisa fair, pil pahit yang harus ditelan.
Terlepas dari dinamika itu sebetulnya saya melihat bahwa layanan-layanan musik streaming ini akan menjadi sebuah ‘zona nyaman’ musisi. Kenyamanan ini disebabkan oleh banyak hal: Pertama, karena musisi pesimis akan cara jualan lewat fisik, terlebih untuk musisi baru. Kedua, mereka belum melihat ada sistem jualan lagu yang melebihi layanan yang ada sekarang yang menawarkan kemudahan dan pundi-pundi keuntungan di akhir nanti.
Tidak sedikit yang lantas sadar bahwa nantinya pun, berjualan musik lewat kanal streaming digital akan dengan mudah tergantikan oleh teknologi baru yang jauh lebih mudah dan efisien dari ini. Cara-cara ini pun pelan-pelan mulai digagas dan bukan tidak mungkin akan segera populer di tanah air.
Namun apa yang ingin saya katakan di sini adalah, akan selalu ada cara-cara lama yang lebih fair dan layak untuk dicoba. Selain dari fisik yang selalu menjadi acuan, penjualan musik lewat download berbayar juga saat ini menjadi cara-cara yang menarik untuk dicoba.
Ya, digital download bukan barang baru. Dulu juga teknologi seperti ini sangat rentan dengan bajakan. Bukan berarti sekarang juga tidak rentan, namun sepertinya hari ini, saya melihat kesadaran penikmat musik Indonesia akan membeli karya makin tinggi.
Store Front, salah satu gerai musik hari ini yang menawarkan musik download berbayar ini mengungkap penjualan album Pronoia milik Matter Mos yang meraup angka 15 juta dalam waktu kurang dari tiga bulan. Ini juga berlaku bagi Endah N Rhesa yang juga meraih satu juta dalam waktu satu minggu untuk lagu “When You Love Someone”-nya.
Ini bukan soalan angka, ini sekaligus menunjukkan bahwa tingkat kesadaran fans akan menghargai karya dari musisi idolanya makin tinggi. Dengan hadirnya layanan musik download berbayar, seorang fans akan sangat mungkin menghargai idola lebih dari sebelumnya, lebih dari sekadar hafal lagu-lagu yang mereka dengarkan dengan cara gratisan di layanan musik digital sebelumnya. Mereka akan dengan bangga memamerkan bahwa mereka telah mendownload secara berbayar musik dari idolanya dan membagikannya lewat media sosial.
Hingga pada akhirnya, bukan tidak mungkin timbul cara-cara yang paling ekstrim dari musisi ketika musik hanya akan diproduksi dengan jumlah dalam jumlah copies yang amat sangat minim; mungkin puluhan atau bahkan hanya satu buah di seluruh dunia. Sehingga apabila rilisan itu dibeli dibeli, ini akan menjadi sebuah bentuk penghargaan paling tinggi yang pernah diterima musisi dari si fansnya. Akhirnya pada akhirnya suatu hari nanti kita bisa menghargai lebih karya musik Indonesia, lebih dari yang pernah kita bayangkan sebelumnya.
Please choose one of our links :