Close burger icon

HELLO THERE, SUPER USER !

Please Insert the correct Name
Please Select the gender
Please Insert the correct Phone Number
Please Insert the correct User ID
show password icon
  • circle icon icon check Contain at least one Uppercase
  • circle icon icon check Contain at least two Numbers
  • circle icon icon check Contain 8 Alphanumeric
Please Insert the correct Email Address
show password icon
Please Insert the correct Email Address

By pressing Register you accept our privacy policy and confirm that you are over 18 years old.

WELCOME SUPER USER

We Have send you an Email to activate your account Please Check your email inbox and spam folder, copy the activation code, then Insert the code here:

Your account has been successfully activated. Please check your profile or go back home

Reset Password

Please choose one of our links :

Akbarry MC

Author :

Article Date : 14/08/2020

Article Category : Noize

Mungkin kita semua pernah mengalami kondisi dimana pergi ke acara musik dan cenderung bosan ketika panggung diambil alih oleh MC atau pembawa acara yang sibuk membacakan pesan sponsor dan media partner tanpa henti. Karena sejatinya yang ingin kita lihat di atas panggung adalah band idola kita. Bukan pembawa acara yang kita tidak kenal dan sibuk "sok" melucu pada khalayak ramai.

Kira-kira hal ini lah yang ada dipikiran saya, ketika saya harus membawakan acara dengan kurang lebih 15ribu penonton yang menunggu lama penampilan dari Sheila on 7, Endank Soekamti maupun Superman is Dead.

Cukup membekas di ingatan saya, ketika berkali-kali mendapat sorakan untuk turun panggung hingga terjadinya pelemparan botol ke panggung atas dasar tidak sabarnya mereka untuk menonton musisi pujaan.

Penonton tidak peduli dengan adanya placement spot dari sponsor yang harus disampaikan oleh pembawa acara, padahal sponsor tersebut turut berperan dalam keberlangsungan acara atau bahkan membuat harga tiket yang dibeli oleh penonton menjadi lebih terjangkau.

Penonton juga tidak peduli bahwa pembawa acara juga seolah dijadikan tumbal untuk mengisi kekosongan panggung saat tim produksi band sedang bertengkar karena settingan sound pasca soundcheck hilang. Belum lagi misalnya, pengisi acara atau band yang terlambat datang ke venue acara dengan alasan apapun. Di saaat seperti itulah sang pembawa acara akan berhadapan dengan waktu yang tak menentu tergantung dari kesiapan musisi yang segera tampil ataupun panitia acara yang hendak memberi aba-aba bahwa acara harus tetap berjalan sesuai rundown.

Pembawa acara dituntut tidak hanya sekadar mempersilahkan pengisi acara untuk tampil. Tapi mereka juga dituntut untuk menjaga tempo acara, bertanggungjawab dengan sponsor hingga hal lain yang terjadi di balik panggung yang mungkin ketika saya sebagai penonton juga tidak menyadari peran tersebut.

Memang apresiasi yang diberikan pada penyelenggara acara ataupun penonton kepada pembawa acara pastinya berbeda dengan yang diberikan kepada musisi bintang acara tersebut. Padahal sejatinya pembawa acara dan musisi adalah sama-sama menjadi bintang tamu pada acara tersebut.

Atas dasar keresahan tersebut akhirnya saya mencoba bereksperimen bagaimana kalau pembawa acara tidak hanya sekedar membawakan acara, tapi juga memberikan pengalaman lebih. Dimulai dengan adanya penerapan logo pembawa acara. Saya mencoba dengan mem-branding diri seorang pembawa acara bernama Akbarry dengan nama panggung #TandukRusa dan dilengkapi dengan visual logo Tanduk Rusa pada akhir huruf. Karena selama bertahun-tahun kita cukup akrab dengan poster acara musik yang menampilkan logo dari pengisi acara musisi tapi tidak untuk pembawa acara, mereka biasanya ditulis dengan font tipis pada sudut yang tidak "eye-level".

Sama seperti pepatah yang berkata "The day you plant the seed is not the day you eat the fruit." Butuh waktu yang tidak sebentar untuk akhirnya merubah kebiasaan yang ada. Hingga akhirnya penyelenggara sadar bahwa pembawa acara musik bukan hanya pelengkap acara tapi juga bisa menjadi strategi menarik massa.

Dari sudut pandang penonton saya pun juga terkejut sekaligus berterima kasih ketika ada individu yang rela hadir di tiap panggung saya untuk menikmati pembawa acara di atas panggung. Bahkan tak jarang dari mereka yang menggunakan bando Rusa ataupun simbol Rusa sebagai cara mengapresiasi sekaligus berkespresi.

Berkaca dari pengalaman ini, kita bisa tahu bahwa pembawa acara juga bisa menjadi menu yang dinikmati oleh penonton saat datang ke sebuah acara.

Kalau sebelumnya kita bicara tentang pembawa acara pada acara off air, sekarang kita beralih mebicarakan pembawa acara musik yang ada pada layar kaca.

Bagi kita yang melawati masa remaja pada era tahun 80-an, 90-an hingga 2000-an awal pastinya kita cukup familiar dengan adanya pembawa acara musik yang dikenal dengan istilah VJ. Saat itu, memang sumber referensi musik cenderung terbatas dan tolok ukur pergaulan juga dikaitkan dengan acara musik hingga chart lagu yang kita dapat dari menonton MTV.

Saya masih ingat rasanya ketika berhasil melihat video klip musik Sheila on 7 lebih dulu daripada teman-teman saya. Ada rasa bangga, meskipun harus rela begadang dan esok harinya bangun terlambat ke sekolah.

Momen tersebut tak lepas dari adanya peran sang VJ atau pembawa acara yang memberikan sedikit informasi sambil mengantarkan klip ke penonton di rumah.

Hampir setiap anak muda pada era itu pasti punya VJ favoritnya. Mulai dari VJ Jamie Aditya, VJ Sarah Sechan, Cathy Sharon, Rianti, hingga pembawa acara yang tak bisa lepas dari titelnya, VJ Daniel. Setiap pembawa acara tersebut merepresentasikan individu dan preferensi musik yang berbeda. Tak heran jika banyak anak muda yang bermimpi menjadi VJ pada era itu.

Para VJ MTV Indonesia era 90-an (source: istimewa)

Besarnya pengaruh VJ atau pembawa acara musik juga bisa dipelajari dari kasus Eddi Brokoli yang memakai kaos warna kuning dan bertuliskan "F**k Sheila on 7". Kejadian itu memicu kaum yang benci pada band tersebut untuk semakin berani menghujat dan menimbulkan gesekan pada beberapa lapisan masyarakat termasuk, warga Jogja. Fakta ini diperkuat dengan adanya pengakuan dari Erix Soekamti pada seri video Youtube-nya, #Does, yang diunggah pada 2016 silam. Bahwa benar adanya kalangan musisi underground Jogja tidak merestui adanya Sheila on 7.

Jika kita merasakan adanya perbedaan musik mainstream dengan musik underground, pada konteks pembawa acara pun juga begitu. Perbedaan paling mencolok biasanya, pembawa acara musik underground atau gig kolektif, adalah pada penggunaan tata bahasa yang cenderung lebih ugal-ugalan dan bahasan vulgar. Di sisi lain, mereka yang berangkat dari pembawa acara musik skena, akan cenderung memiliki pemahaman musik yang lebih mendalam tentang pengisi acara.

Banyak pembawa acara gig yang cukup disegani baik saat di atas panggung ataupun saat mereka beropini. Sebut saja, Rian Pelor, Ricky Malau, Kiki Ucup hingga Allay Erorr.

Secara tidak sadar pembawa acara musik juga bisa dijadikan sebagai suatu penanda zaman. Seperti Ayah saya ketika ditanya, siapa pembawa acara musik yang dia ingat. Munculah nama Koes Hendratmo. Jawaban pun akan berbeda pastinya jika kelak kita menanyakan pertanyaan yang sama pada adik atau generasi yang lebih muda dari kita.

Koes Hendratmo, pembawa acara Berpacu dalam Melodi (source: istimewa)

Adanya profesi pembawa acara musik ini, membuka peluang atau opsi bagi individu yang mungkin tak mahir bermusik tapi masih ingin dekat dengan industri musik dan cocok untuk individu yang doyan tampil. Jelas profesi ini bisa menjadi pilihan yang tepat.

PERSONAL ARTICLE

ARTICLE TERKINI

Tags:

#akbarry #akbarry noor #pembawa acara #mc #host

0 Comments

Comment
Other Related Article
image article
Noize

Rudolf Dethu: Muda, Bali, Bernyali

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Perilaku Individu Musik Indonesia di Era ‘Baby Boomers’ dan ‘Gen X’

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Yulio Piston: Tentang Menjadi Pengkritik Musik

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Sudah Saatnyakah Indonesia Punya Rock ‘n Roll Hall of Fame?

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Acum Bangkutaman: Mencari Band Buruk yang Berpengaruh

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Berkeliling Eropa Bersama Morgensoll dalam Eternal Tour 2023

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Pentingnya Paham Soal Hukum dalam Industri Musik

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Musisi Bertopeng dan Budaya Asalnya

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Menebak-nebak Masa Depan Vinyl Indonesia

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Catatan Perjalanan: EHG Forever, Forever EHG!

Read to Get 5 Point
image arrow
1 /