Author :
Article Date : 23/12/2019
Article Category : Super Buzz
Seperti biasa, untuk menutup tahu, SUPERMUSIC kembali membuat daftar album-album terbaik dari para musisi indonesia dari banyaknya album keren yang rilis di tahun 2019. Pastinya jadi pilihan sulit saat membuat daftar dan memilah dari banyaknya album lokal yang dilepas tahun ini. Salah satunya album The Sailor dari Rich Brian yang tidak kami masukkan ke daftar karena kami anggap album tersebut adalah rilisan internasional, walau dari tangan musisi asal Indonesia.
Berbicara tentang musik Indonesia di tahun ini, muncul nama-nama baru yang menyeruak dan mencuri perhatian. Beberapa masuk ke daftar ini, tapi ada juga nama-nama lama yang comeback dan menghasilkan album yang masih bagus.
Berikut deretan album lokal terbaik di 2019 pilihan SUPERMUSIC:
*Urutan berdasarkan abjad
1. Barasuara – Pikiran dan Perjalanan
Tak ada jalan tengah saat mendengarkan Barasuara, suka dan benci jelas posisinya. Setelah merilis video klip “Guna Manusia” bergaya abstrak, tak lama “Pikiran dan Perjalanan” mengundang penonton untuk menertawai mereka. Namun, menyebut Barasuara sebagai medioker adalah sebuah kesalahan.
Setiap sisi dan koridor estetika musik yang mereka jelajahi di Pikiran dan Perjalanan terasa semakin masuk akal ketimbang Taifun. Minim sekali balap-balapan dan adu skill ala kompetisi band antarpersonil. Justru, lirik-musik Barasuara terdengar semakin koheren, padu dan padat.
Walau begitu, kita patut curiga: apakah ini sebuah karya band yang semakin menemukan bentuknya? Atau inilah puncak Barasuara?
2. Gabber Modus Operandi – Hoxxya
What’s not to like about this duo? Jika “takut kesurupan” adalah respon saat mendengarkan Puxxximaxxx (2018), maka “takut kekencengan” menjadi tak terelakkan di Hoxxya. Microgenre lokal benergi tinggi seperti penceng dan breakbeat kota meleleh bersama sample drum kotor berjiwa ebeg featuring jathilan. Inilah jadinya kalau Barakatak terlalu banyak mengonsumsi Ho99o9.
Berisi materi yang lebih greget dibanding Puxxximaxxx, Hoxxya terdengar lebih ramping, lebih bising, dan anehnya, terasa akrab di telinga. Mungkin, mirip seperti hajatan outdoor akhir pekan di pinggir Sungai Musi atau panggungan di perbatasan Warakas-Sunter.
Anti-boyo dan seakan dituang oli samping baru, Ican dan Kasymin menghasilkan tarikan setara Satria 120 R yang fairing-nya baru dipreteli. Tolong, jangan lupa pakai helm dan minum air putih (secukupnya).
3. Hursa - Harap dan Tuah
Sebagai pendatang baru, Hursa hadir dengan debut memikat. Album Harap dan Tuah menyuguhkan komposisi pop dengan suntikan distorsi. Lagu-lagu yang dibawakan oleh kuartet Gala (vokal, kibor), Pandji (gitar), Goldy (drum), dan Irvan (synth/synth bass) terdengar sederhana, tetapi kompleks. Aransemennya kaya, ditambah vokal yang apik dan pemilihan diksi tak biasa pada lirik ("Ruai", "Bersumarah").
Tak heran kalo di tahun 2020, kita akan makin mendengar nama Hursa di mana-mana.
4. Jangar - Jelang Malam
Tak jarang kita mendengar argumentasi "musik keras Indonesia melempem tahun ini." Namun di luar itu, adalah Jangar yang melantang dari Bali, meriuhkan pesta musik keras lokal dengan album debut mereka, Jelang Malam. Menjelang 10 nomor yang menyusun repertoarnya; kritik tajam, umpatan pedas, sindiran sakti, hingga jajaran opini mereka--baik itu yang jenaka atau serius, dilayangkan ke arah isu-isu Indonesia yang kerap bikin geraham beradu. Apiknya, semua itu dilakukan dengan cara yang paling mereka kuasai: Distorsi!
Debut yang dilepas via Berita Angkasa ini menghadirkan rusuhnya rock berat dengan injeksi groove sedap ala stoner, dikalungkan juga kekarnya hard rock sehingga cukup segar di telinga. Kehadiran perusuh eksternal juga perlu diapresiasi; ganasnya Rian Pelor (eks-Auman, Detention) yang melesat di "Negeri Nego", atau serak sangkakala perang Doddy Hamson (Komunal) dalam "Hearth I" itu ampuh memuaskan syahwat gemuruh kasar kita.
Melalui debut ini, Jangar menggubah musik yang terus terang, anti-pretensi, dan ngebut. Coba tegak dua lagu andalannya, "Hearth I" dan "Hearth II" kalau kalian ingin langsung ditampar mabuk Jangar. Intinya, dari awal hingga tuntas di nomor pamungkasnya, tuas rem seperti tidak laku. Jika yang lain sedang berhenti atau parkir, Jangar tancap gas. Tak peduli siang-siang atau jelang malam, lantangnya debut mereka jadi suara gahar yang menampar "hening"-nya jalan raya musik Indonesia (jika memang hening)
5. Jason Ranti - Sekilas Info
Apa jadinya kala aransemen minimalis digubah sebagai tulang belakang sebuah album? Jawabannya ada di Sekilas Info milik Jason Ranti. Dan menjawabnya, maka "karisma"-lah yang menjadi aktor utama; panggungnya terbentang luas tanpa banyak properti dan gimmick. Lirik, yang membungkus keutuhan narasinya, menjadi si protagonis, antagonis, supporting role, hingga si extra yang berkeliaran di latar; tidak ada yang mampu menepis perannya yang sentral dan kelewat krusial. Menyikapi hal tersebut, Jeje melakukannya secara jujur. Ketimbang bermain peran di panggung yang luas itu, ia memilih menjadi dirinya sendiri.
Sekilas Info adalah album nomor dua dari penyanyi-penulis lagu samping Jakarta ini. Di dalamnya, terkandung secara tajam keresahan sesorang Jeje terhadap dunia "baru" dan/atau "sekitar"-nya yang sudah dan akan segera ia jajal. Handalnya, "jujur" seorang Jeje mampu di kemas dengan jubah-jubah yang memikat: Baik itu majas-majas ironi, sinisme, dan sarkasme; hingga umpatan yang meledak-ledak, atau bahkan romantisasi yang lembut dan halus. Semua itu menyaratkan makna si jujur, membuatnya mendarat lebih mulus ke telinga dan hati. Takar trek "212", misalnya; di sana ia paparkan iklim lingkungannya secara terus terang halus menyayat. Atau "Blues Lendir" yang witty, tengil, dan aduhai. Adapula pertanyaan epistemologis macam "Hidup hanya numpang ketawa, aku tertawa maka ku apa?" di title track-nya. Inovasi reverb dan echoes didaulat agar penyampaian semakin nendang, adapula keterlibatan musisi lain seperti Danilla dan Mondo Gascaro yang mematangkan Sekilas Info. Intinya, salah satu album paling bersinar di 2019, walaupun tak makan banyak daya.
6. Mantra Vutura – Human
Setelah pegal-pegal mengikuti dentum EP Mini Labyrinth, sangat wajar kalau ternyata album kedua Mantra Vutura berporos di spektrum new age dan synth pop. Kejernihan yang hadir di Human harus diduga berasal dari kualitas produksi, andil musisi tamu dan fokus tema album.
Secara umum, tak ada inovasi musikalitas yang ditawarkan album ini. Namun, eksekusi materi yang sulit sekali ditemukan titik lengahnya didaulat menjadi identitas utama album ini. Clarity dan compactness yang merayap di sepanjang Human berada di dosis tepat, lantaran masih menyisakan ruang bebunyian Di Luar Sana menyeruak ke dalam.
Pemilihan musisi tamu dari Elda Suryani, Bam Mastro, Luise Najib, Danilla Riyadi, dan Agatha Pricilia, yang dekat secara sound atau roster label berhasil menguatkan materi album ini. Tentu, (saat ini masih) tak mungkin menulis soal Human tanpa suara manusia, bukan?
7. The Adams - Agterplaas
Berbicara kelangsungan diskografi sebuah grup musik, 13 tahun bukanlah sebuah jeda yang mudah ditambal, lebih-lebih bagi band sebesar The Adams. Ekspektasi berat, agaknya hadir dari jajaran trek andalan lintas generasi dari dua album kultusan sebelumnya, menjadi rintangan yang menyeramkan. Itu, dan kepergian personil serta perombakannya. Namun, semua itu berhasil ditepis kala unit power-pop favorit kota Jakarta yang sekarang diisi oleh Ario (vokal/gitar), Saleh (vokal/gitar), Gigih (vokal/drums), dan Pandu (vokal/bass) ini merilis album nomor tiganya, Agterplaas via Teras Belakang Records.
Sesungguhnya musik The Adams sudah dikenal memiliki komposisi dan permainan kord yang kompleks, adapula terpaan harmonisasi vokal yang kental dengan nama The Beach Boys, misalnya. Semua itu diangkat lagi ke dalam Agterplaas. Dengan kata lain, resepnya masih sama, tapi penyajiannya digiring dua-tiga langkah lebih maju. Kesan lebih modern terasa membungkus aransemen yang sudah jadi ciri khas mereka secara sedap--memantapkan sound yang hadir menjadi lebih akurat dan pasti. Padukan dengan lirik yang menyetir bahasannya ke arah realita ketimbang mimpi-mimpi manis, maka jadilah sebuah album yang mampu membayar tuntas penantian 13 tahun kita semua. Nomor-nomor seperti "Masa-Masa" dan "Pelantur," bisa jadi gerbang masuk yang pas untuk menyambutnya.
8. Tuan Tigabelas - Harimau Soematra
Lewat album Harimau Soematra, Upi AKA Tuan Tigabelas membuktikan bahwa dia bukan rapper lokal biasa. Soal skill, Tuan Tigabelas tak perlu diragukan lagi. Bak petinju, Tuan Tigabelas memuntahkan jab, hook, dan uppercut mematikan dalam wujud rima, tanpa perlu menjadi hip-hop yang hardcore. Ada kalanya laid back, tapi tetap mematikan.
Di album debutnya, Tuan Tigabelas juga berani mengusung isu tentang lingkungan dan fauna, terutama harimau Sumatera yang terancam keberadaannya. Sebagian hasil penjualan album bahkan disumbangkan untuk konservasi harimau Sumatera. Sebuah langkah yang tegas.
Please choose one of our links :