Author :
Article Date : 16/12/2019
Article Category : Super Buzz
Musik dangdut koplo itu sudah lama hidup dalam masyarakat Indonesia. Namun, dangdut koplo kerap memiliki stigma negatif di telinga pecinta musik, terutama bagi mereka yang muda. Dewasa ini, kedudukannya sudah cukup berubah. Koplo tak lagi di-“anak-haramkan” sebagaimana jadinya dulu. Sekarang ia telah menjadi sebuah alternatif yang diminati banyak orang, yang muda sekalipun.
Kenapa bisa begitu? Mungkin karena beberapa sosok yang mengemas ulang musik, kultur, dan budaya koplo terhadap apa yang menjadi asupan sehari-hari pegiat musik era sekarang. Embel-embel “versi koplo” dalam sebuah judul lagu jadi sering nampak, padahal—sama seperti koplo sendiri—hal tersebut pun sudah lama ada di Indonesia. Namun, “versi koplo” untuk lagu-lagu indie kenamaan, top 40, atau apapun itu; semuanya baru.
Darinya, tumbuh kecintaan terhadap budaya lokal yang dulunya dihindari ini. Sekarang, muda-mudi tak lagi memandang musik tersebut dengan stigma negatif yang dulunya sempat melekat. Jauh dari itu, aksi-aksi musisi “koplo zaman sekarang” bahkan selalu ramai menjaring massa. Mainnya pun bisa di mana saja; di klab malam, bar/cafe, hingga panggung festival.
Lantas, siapa saja sih sosok-sosok yang mengibari bendera koplo sekarang ini? Dalam tulisan ini, SUPERMUSIC akan membahas tuntas tiga nama yang ikut membesarkan koplo ke anak muda, sembari membesarkan nama mereka darinya. Selengkapnya, baca di bawah!
***
1. Feel Koplo
Yang satu ini tentu kalian pernah dengar. Jangankan sebatas dengar, pasti banyak dari kalian yang sudah pernah menyimak penampilan seru mereka, bukan? Sebagai salah satu pelopor kembalinya koplo menjadi tren, Feel Koplo adalah duo Maulfi Ikhsan dan Tendi Ahmad yang maju sebagai “pemandu lagu”, menyugguhkan musik-musik favorit dengan twist mereka sendiri. Ya, rendisi versi koplo adalah spesialisasi mereka, dan yang kena tritmen spesial dari Feel Koplo adalah lagu-lagu indie favorit kalian.
Mengemas ulang lagu-lagu indie menjadi versi koplo terbukti merupakan resep yang pas. Terbukti, mereka seperti mengepalai sebuah pesta bermodel baru. Remaja-remaja, dengan segala setelan “indie” berjoget lepas dengan jempol yang mengacung—dimana lagi kalian bisa melihat pemandangan seperti ini selain di aksi-aksi Feel Koplo?
Berbekal DJ set, keduanya bak menjajah selera musik para pendengarnya, menyebarkan virus koplo yanng infectious, lalu membuat semua berjoget. Tak ada yang aman dari sentuhan mereka. Waspadalah, lengah sedikit, maka kalian akan joget!2. Club Dangdut Racun
Sama dengan Feel Koplo, Club Dangdut Racun juga berasal dari Bandung. Apa yang mereka tawarkan pun tak jauh berbeda: Menggarap lagu-lagu kenamaan menjadi ala dangdut. Meski begitu, perbedaan mungkin nampak dalam pilihan lagu yang mereka lepaskan.
Jika Feel Koplo menggubah versi dangdut dari musik-musik indie, Club Dangdut Racun memilih yang lebih populer—Top 40, sebut saja. Lagu-lagu barat juga lebih disorot. Jorja Smith dengan “On My Mind” yang diubah menjadi “Di Dalam Pikiranku”, atau “Best Part”-nya Daniel Caesar, hingga “A Whole New World” milik Aladin—tangan dingin Heri dan Ronie menggarap semua itu menjadi dangdut yang joget-worthy!
Coba kulik akun Soundcloud mereka dan cicipi sederet edit dangdut yang mereka tawarkan melaluinya. Cek juga beberapa cover art-nya yang jenaka.3. Prontaxan
Kalau dua sebelumnya dangdut koplo, ketika membahas Prontaxan maka kita harus naik satu langkah lebih “kencang.” Sebenarnya, formatnya pun sama, mereka bermain dengan lagu-lagu yang sudah biasa ada, beredar, dan didengar banyak orang. Yang membedakan justru subgenre-nya.
Tidak lagi sebatas koplo, Prontaxan menyugguhkan tritmen yang lebih galak ketimbang dangdut koplo. Apa itu? Funkot alias funky kota. Kuartet yang diisi oleh Uji Hahan, Yahya Dwi Kurniawan, Egha, dan Lana Pranaya hadir untuk memerangi stigma negatif yang hadir kepada musik funkot—stigma yang tidak jauh berbeda dengan koplo, pada dasarnya. Guna menjembatani dan merajut jarak nyata yang hadir antara para pecinta musik indie (atau elektronik) dengan funkot; Prontaxan membelot, meramu ulang komposisi-komposisi kesayangan rakyat indie dengan format funkot yang lebih menggoda jogetan.
Suka atau tidak suka? Rakyat indie bisa apa? Mengutip wawancaranya denganVice Indonesia, Prontaxan menyatakan, “Kami melihat di beberapa gig, musik itu seperti ada kelas sosialnya. Kayak techno itu orang-orang kaya, sementara funkot sama dangdut pinggiran. Musik Prontaxan itu [agendanya] gimana caranya biar status sosial itu dikaburkan, menghapus eksklusivitas di lantai dansa.”
***
Mana grup-grup "koplowave" yang kalian gemari? Adakah yang tidak masuk ke dalam daftar ini? Coba suarakan pendapat kalian di kolom komentar yang tersedia, ya! Selebihnya, jogetin aja—jangan dilawan!
Please choose one of our links :