Author :
Article Date : 26/12/2020
Article Category : Super Buzz
Selalu ada cara bagi seorang musisi untuk mengeksplorasi kreativitasnya dalam berkarya, begitu pula yang terjadi pada J.Alfredo. Dikenal sebagai vokalis sekaligus gitaris grup band Pijar, Alfredo membentuk sebuah proyek solo.
Mengusung moniker Romantic Echoes sebagai nama panggungnya, Alfredo melebarkan karier sekaligus karya bermusiknya di Tanah Air. Dengan Romantic Echoes, Alfredo menggabungkan unsur pop, rock, dan elektronik dengan nuansa 1960-an.
Dengan Romantic Echoes, Alfredo sudah berkarya sejak 2019 dengan mengeluarkan dua single bersama Oslo Ibrahim yaitu You Made Me Smile dan You Made Me Cry.
Awal kolaborasi keduanya dalam menyikapi double single tematik ini terasa wajar. Keduanya memang merupakan kerabat dekat. Merujuk dari rilisan pers yang beredar, mereka “melakukan kolaborasi layaknya banyak orang yang bekerja sama dengan teman dekat mereka.”
Sebagai musisi solo, Oslo Ibrahim sudah berhasil merampungkan sebuah EP yang diberi judul The Lone Lovers. J. Alfredo sendiri, selain disibukan dengan Pijar, juga memiliki Romantic Echoes yang berlaku sebagai ruang untuk merancang karya-karya solonya.
Kembali membahas narasi dari dua trek anyar ini, baik “You Made Me Smile” dan “You Made Me Cry” merupakan sebuah kesatuan kisah tentang perjalanan seorang pujangga. “Bercerita tentang perjalanan seorang pujangga untuk menemukan pasangan yang bisa memberikan apa yang ia cari selama ini,” tulis mereka menjelaskan.
Mereka juga menambahkan, “’You Made Me Smile’ dan ‘You Made Me Cry’ adalah sebuah pandangan dari dua sudut yang berbeda. Pendengar dibawa berpetualang menikmati perjalan yang berbeda sudut pandang ini.” Musiknya menyajikan pop yang disuntik soul dan elektronik.
Baik Oslo Ibrahim dan Romantic Echoes merangkap menjadi produser dalam menggarap double single ini. Lagunya ditulis oleh Romantic Echoes, dengan guratan lirik dari Oslo Ibrahim.
Kemudian pada awal tahun 2020, Romantic Echoes menyuguhkan karya terbarunya bertajuk "Permataku." Dalam lagu anyar ini, Romantic Echoes membuka narasi yang mampu diresapi banyak orang, cukup mudah di-relate.
"Permataku" mengupas sebuah kisah cinta seorang lelaki terhadap wanita yang dikagumi, yang kemudian berujung pahit.
"(Lagu ini) adalah sebuah lagu cinta yang bercerita tentang sebuah perasaan mendalam seorang pujangga cinta yang menaruh harapan yang sangat besar untuk seorang wanita. Akan tetapi, itu adalah hubungan yang tidak berlangsung lama dan keduanya pun memutuskan untuk berpisah," tulis Romantic Echoes dalam siaran pers yang diterima Supermusic.
Namun, "Permataku" tidak hanya mengupas kisah senang-sedih terhadap sebuah hubungan secara ringkas. Lagu ini membahas pertemuan kembali kedua insan, membuatnya menjadi sebuah ungkapan yang cukup istimewa.
"Ini merupakan cerita lama yang sudah tertinggal jauh di belakang, hingga suatu saat mereka dipertemukan kembali--peperangan antara logika dan emosi pun terjadi."
Sejenak merekam jejak; sebagai sebuah proyek solo, Romantic Echoes pertama kali hadir ke dalam blantika musik nasional dengan dua single yang digarap bersama Oslo Ibrahim. Melaluinya, karakter musik keduanya pun dilebur.
Berdiri sendiri, Romantic Echoes mengusung musik yang masih berkutit dengan halaman pop--sama seperti PIJAR. Pembedanya hadir dalam unsur psikedelia yang lebih kental. Romantic Echoes meracik warna-warna musik pop psikedelia era 60-an yang lush, mendayu, dan cukup menawan. Bayangkan The Hollies dan Beach Boys menempuh petualangan mistis the Beatles, dikemas juga melalui ruang-ruang luas aransemen Pink Floyd.
Itu semua mampu merangkum durasi empat menit 38 detik yang dihadirkan oleh "Permataku." Kocokan gitar genit yang menyentil, harmonisasi vokal lembut, hingga terpaan synth apik di penghujung lagunya menjanjikan sebuah suguhan sonik yang berkarakter. Bayangkan jika Sore dengan musik "Indonesiana"-nya besar dan berkarya sebagai hippies era generasi bunga Amerika tahun 60-an--begitulah nuansa yang kira-kira hadir di dalam lagu ini.
Kemudian, pada tahun 2020, Romantic Echoes kembali menyebarkan gema romantisnya. Ia merilis album perdana bertajuk Persembahan dari Masa Lalu. Berisi sebelas trek di dalamnya, J.Alfredo merangkum garis besar romansa penuh makna di masa lalu.
Sebelum album ini dirilis, Romantic Echoes sudah mengeluarkan terlebih dahulu 4 lagu yang juga terdapat di dalam album Persembahan dari Masa Lalu. Mulai dari “Permataku” yang dirilis pada Februari lalu, dilanjut “Arungi” pada Maret, “Tentang Bunga” pada April, dan yang terakhir pada Mei “Yang Tercinta”, di lagu ini Romantic Echoes berkolaborasi dengan dua musisi, yaitu Noh Saleh dan Bilal Indrajaya.
Beberapa single dilengkapi juga dengan video lirik yang diunggah dalam kanal YouTube. Pertama, Romantic Echoes menghadirkan video lirik Pertamaku dengan nuansa vintage. Selanjutnya, ada proyek kolaborasi Yang Tercinta, di situ pendengar bisa tahu porsi bernyanyi ketiganya.
Selain video lirik, Romantic Echoes juga membuat video musik untuk lagu Persembahan dari Masa Lalu pada 19 Juni 2010 lalu. Video itu menampilkan J.Alfredo bermain gitar dan menjalani kehidupannya sendirian. Perpaduan suasana video dengan musiknya sangat cocok, kesan galaunya pun terlihat.
Setelah itu, giliran We Might Get Along kolaborasinya dengan Dalil Ekstra & MaxxNara yang dibuatkan video musik. Romantic Echoes memang rekat dengan ciri khasnya yakni vintage style, sehingga diterapkan juga dalam video.
Berkat kepiawaian Romantic Echoes meracik rangkaian lirik ‘cinta-cintaan’ menjadi suatu hal yang magis, album Persembahan dari Masa Lalu dinilai bisa menjadi sebuah perayaan romansa bagi setiap orang yang mendengarkannya.
Please choose one of our links :