Close burger icon

HELLO THERE, SUPER USER !

Please Insert the correct Name
Please Select the gender
Please Insert the correct Phone Number
Please Insert the correct User ID
show password icon
  • circle icon icon check Contain at least one Uppercase
  • circle icon icon check Contain at least two Numbers
  • circle icon icon check Contain 8 Alphanumeric
Please Insert the correct Email Address
show password icon
Please Insert the correct Email Address

By pressing Register you accept our privacy policy and confirm that you are over 18 years old.

WELCOME SUPER USER

We Have send you an Email to activate your account Please Check your email inbox and spam folder, copy the activation code, then Insert the code here:

Your account has been successfully activated. Please check your profile or go back home

Reset Password

Please choose one of our links :

Praktik Musik Indonesia 7 Tahun Terakhir (Sebuah Wacana)

Author : Admin Music

Article Date : 09/11/2022

Article Category : Noize

Meski belum ada riset menyeluruh, namun saya yakin bahwa sebagian musisi di dunia saat ini jauh lebih bebas untuk merilis karya musik mereka dengan sendiri, tanpa harus berada di bawah institusi ‘resmi’ seperti perusahaan rekaman.

Fenomena ini masih diamini sampai hari ini. Jika ditarik ke belakang, ini ada hubungannya dengan dua hal: masuknya teknologi streaming dan naiknya sektor independen. Dalam sebuah artikel di tanggal 23 Januari 2022, BBC merilis data dari riset umum bahwa label besar dikalahkan oleh sektor independen. Pada tahun 2020, label indie dan artis self-releasing melihat pendapatan mereka tumbuh sebesar 27%, dibandingkan dengan pertumbuhan pasar secara keseluruhan sebesar 7%.

Maraknya pilihan layanan musik streaming membuat artis/musisi tak perlu lagi bertandang ke kantor label, mengharap musik mereka didengar oleh A&R dan dikontrak seperti layaknya praktik-praktik umum di industri pada era 1960-1990-an. Seorang musisi baru yang baru selesai mastering rekaman mereka akan dengan mudahnya menemukan pilihan untuk mengunggah lagu mereka sendiri ke Spotify, YouTube, dan iTunes melalui layanan-layanan seperti TuneCore, Ditto, DistroKid, dan CD Baby.

Musisi baru yang potensial, dengan jadwal panggung yang padat, dan fanbase yang besar namun tidak berada dalam kontrak label manapun akan sangat mungkin menjadi musisi—yang menurut BBC disebut ‘semi independen’. Mereka menandatangani kontrak "layanan label" dengan perusahaan seperti Awal, Absolute, dan Believe. Perusahaan-perusahaan ini bertindak seperti label rekaman, menghabiskan anggaran yang disepakati untuk pemasaran, distribusi, dan promosi—tetapi, yang terpenting, artis tidak menandatangani kontrak jangka panjang, dan mempertahankan kepemilikan hak cipta mereka. Saya tidak mau menyebutkan namanya, namun secara kasat mata saja, di beberapa aksi band non-label yang ramai akhir-akhir ini saya bisa simpulkan bahwa mereka terkait dengan istilah ‘semi independen’ ini. 

Label-label besar pun mencari cara bagaimana mendapat kue dari fenomena maraknya musisi yang besar di layanan streaming ini. Satu per satu mereka membuat sub-label untuk menaungi musisi-musisi ini. 

Dalam skala internasional, kita melihat praktik yang disebut oleh BBC sebagai ‘mini label’ ini pada karier XL Recordings yang sukses melejitkan karier seorang Adele. Sementara di Indonesia, menurut riset saya, praktik ini sudah ada sejak istilah musik indie/underground muncul. Beberapa label membuat sub-sub label seperti Independent Records dan Pops! Records (milik Aquarius Musikindo). Musica Studio bekerjasama dengan sub-label Rotocorps bahkan membuat kompilasi berisi band-band bawah tanah saat itu. 

Hari ini, kita melihat nama-nama seperti Wonderland Records yang terhubung dengan Universal Records sukses melejitkan nama Mikha, anggota dari The Overtunes. Selain Wonderland, Dominion Records adalah salah satu rekaman yang terhubung dengan Universal Records. Dominion menaungi beberapa artis seperti Basboi, Laze, dan masih banyak lagi. Multi-label, sebutan yang pas untuk menyebut praktik Wonderland dan Dominion, dijalankan Universal Music Indonesia dengan genre lain yaitu dangdut dan musik melayu di bawah Gemintang Records.

Di luar kategori itu, muncul juga beberapa entitas yang menyebut diri mereka sebagai one stop entertainment. Mereka menjalankan praktik sebagai label musik juga beberapa praktik yang terkait seperti booking agent, branding, merchandise, dan lain-lainnya. Di antaranya yang kuat yaitu Suneater, La Munai, dan lain sebagainya.

Sampai sejauh ini, hal itu yang bisa saya gambarkan tentang praktik musik selama enam tahun terakhir ini. Band saya, Bangkutaman, seperti halnya band yang masih aktif sampai hari ini, masih tetap memilih untuk merilis karyanya secara independen di bawah label-label independen yang menaungi kami selama karier kami sejak 1999 sampai hari ini. Meski saat ini belum, namun jika ada penawaran dari praktik-praktik non atau semi independen yang telah saya sebutkan tadi, saya pun tidak menutup kemungkinan tersebut.

Tulisan ringan ini sekaligus menjadi pilihan bagi musisi yang hari ini memutuskan untuk mendalami musik lebih intens dengan menulis lagu dan merilis karyanya ke khalayak ramai. Hari ini, musisi punya kontrol yang luar biasa besarnya untuk menentukan arah main mereka. Meski demikian, sisi gelap dari praktik musik hari ini tak dapat dihindari, semua pilihan dalam dunia digital hari ini menjadi arena terbuka yang menuntut persaingan keras dari para pelakunya, dalam hal ini artis/musisi.

Mengukur potensi diperlukan untuk mengetahui strategi dari band, apakah musisi hari ini tetap menjalankan praktik musik secara independen atau inikah waktunya untuk bergabung dengan perusahaan rekaman? Semua pilihan dalam kendali penuh musisi. Selamat mencoba dan semoga sukses!

Image source: Shutterstock

PERSONAL ARTICLE

ARTICLE TERKINI

Tags:

#acum bangkutaman #Label Musik #Independen #Layanan Streaming Musik

0 Comments

Comment
Other Related Article
image article
Noize

Rudolf Dethu: Muda, Bali, Bernyali

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Perilaku Individu Musik Indonesia di Era ‘Baby Boomers’ dan ‘Gen X’

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Yulio Piston: Tentang Menjadi Pengkritik Musik

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Sudah Saatnyakah Indonesia Punya Rock ‘n Roll Hall of Fame?

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Acum Bangkutaman: Mencari Band Buruk yang Berpengaruh

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Berkeliling Eropa Bersama Morgensoll dalam Eternal Tour 2023

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Pentingnya Paham Soal Hukum dalam Industri Musik

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Musisi Bertopeng dan Budaya Asalnya

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Menebak-nebak Masa Depan Vinyl Indonesia

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Catatan Perjalanan: EHG Forever, Forever EHG!

Read to Get 5 Point
image arrow
1 /