Siapa sangka kalau peraturan yang dibuat untuk permainan olahraga antar kampus di Inggris bisa diadopsi jadi regulasi resmi yang berlaku di seluruh dunia? Kurang lebih, itulah yang terjadi dalam kisah sejarah terciptanya aturan Offside dalam sepakbola, Superfriends. Seiring berjalannya waktu, aturan ini udah berkali-kali mengalami perubahan dan penyesuaian demi menyusun peraturan terbaik dengan nggak melupakan tujuan utamanya, yaitu menghalangi penyerang dari taktik ngendok atau menggantung di belakang lini pertahanan lawan, dan hanya pasif menunggu bola. Tapi, ternyata offside juga menuai kontroversinya sendiri!
Sejak penerapannya di tahun 1863, setelah mendapatkan persetujuan dan peresmian dari FA. Aturan ini awalnya hanya diberlakukan dalam laga-laga tingkat kampus atau universitas untuk mencegah terjadinya “goal hanging”. Peraturan yang digunakan juga merupakan adaptasi dari olahraga lain yakni Rugby. Tentunya aturan ini sudah melewati proses evolusi selama lebih dari 15 dekade dan udah nggak sama lagi. Tapi, tetap menjaga fungsinya dalam membatasi ruang gerak penyerang. Penerapan aturan ini semakin ketat setelah adanya VAR atau Virtual Assistant Referee yang turut berperan sebagai hakim high-tech dalam pertandingan sepakbola.
Pembatasan pergerakan yang didukung oleh penggunaan VAR ternyata banyak menuai perbedaan pendapat di industri sepakbola, Superfriends.
Salah satu tokoh yang jadi wajah oposisi adalah legenda sepakbola asal Belanda, Marco van Basten. Ketika menjabat sebagai Direktur Teknik FIFA, van Basten sempat mengangkat sebuah isu terkait penghapusan aturan Offside. Menurut beliau, offside terlalu membatasi pergerakan pemain, dan malah dijadikan bagian dari taktik tim yang sedang bertahan. Tanpa offside, van Basten merasa permainan sepakbola akan lebih dinamis, dan tim yang bertahan akan dituntut untuk lebih kreatif dan memerhatikan sang penyerang yang bisa leluasa melakukan positioning. Kreativitas penyerang juga akan diuji di sini karena kebebasannya dalam bergerak berarti pressing yang akan semakin ketat demi menghalangi peluang terciptanya gol. Sebuah pandangan yang menarik, dan pastinya bisa bikin pertandingan makin seru! Tapi, pihak yang mendukung adanya aturan Offside juga punya argumen yang masuk akal, Superfriends.
Salah satu sosok yang vokal mendukung dipertahankannya aturan offside adalah Arsene Wenger. Menurut Wenger, sepakbola modern berhutang banyak pada Offside, sampai menyebutnya sebagai aturan yang “jenius” dan harus dipertahankan. Wenger juga menjelaskan pandangannya terkait aturan ini, yang mana menurutnya Offside justru menuntut pemain bertindak dan berpikir sebagai tim, bukan sebagai individu penyerang atau bertahan. Hal tersebut juga jadi tantangan tersendiri untuk para pelatih dan manajer dalam menyusun strategi yang mempertimbangkan Offside, dan menggunakan aturan itu untuk memperkuat kerjasama dan chemistry dalam tim.
Nah, kenapa baru belakangan ini perdebatan terkait Offside ramai beredar di internet? Jawabannya adalah VAR, Superfriends. VAR yang menggunakan teknologi canggih punya akurasi yang luar biasa tinggi, sampai gerakan sedikit aja bisa menentukan seorang pemain Offside atau nggak. Masalahnya, aturan Offside yang berlaku itu menilai status Offside seorang pemain dari gerakannya saat umpan dilepas, apakah anggota tubuh yang bisa digunakan untuk mencetak gol melewati bek paling belakang atau nggak. Nah, penilaian kayak gitu harusnya ada di tangan wasit, karena VAR yang dasarnya adalah komputer nggak bisa menilai kemungkinan sebuah anggota tubuh bisa mencetak gol atau nggak. VAR cuma bisa menilai dari ada atau nggak anggota tubuh pemain yang melewati garis Offside. Jadi, banyak yang menganggap penerapan VAR dalam Offside ini berlebihan, bahkan nggak fair, Superfriends!
Kalau menurut lo sendiri, aturan Offside ini baiknya diapain? Hapus, amandemen, atau pertahankan?
PERSONAL ARTICLE
ARTICLE TERKINI
Source:https://theconversation.com/euro-2020-the-history-of-the-offside-rule-and-the-debates-that-have-raged-to-abolish-it-163117
Please choose one of our links :