Close burger icon

HELLO THERE, SUPER USER !

Please Insert the correct Name
Please Select the gender
Please Insert the correct Phone Number
Please Insert the correct User ID
show password icon
  • circle icon icon check Contain at least one Uppercase
  • circle icon icon check Contain at least two Numbers
  • circle icon icon check Contain 8 Alphanumeric
Please Insert the correct Email Address
show password icon
Please Insert the correct Email Address

By pressing Register you accept our privacy policy and confirm that you are over 18 years old.

WELCOME SUPER USER

We Have send you an Email to activate your account Please Check your email inbox and spam folder, copy the activation code, then Insert the code here:

Your account has been successfully activated. Please check your profile or go back home

Reset Password

Please choose one of our links :

Pura-pura Pamit: Aksi Panggung yang Sudah Basi

Author :

Article Date : 13/10/2015

Article Category : Noize

Buat Anda yang sering nonton konser musik, pasti tahu dong yang saya maksud dengan aksi pura-pura pamit. Buat yang jarang nonton konser musik, biar saya jelaskan secara singkat.

Pura-pura pamit adalah perbuatan yang biasa dilakukan band—nasional maupun internasional—di ujung pertunjukkannya. Misalnya, dia tampil dua jam. Maka di 1 jam 45 menit, band akan tiba-tiba pamit begitu lagu berhenti. Yang saya maksud tiba-tiba adalah, pamit buru-buru, tanpa ada aksi dadah-dadah yang agak lama dan memasang wajah bahagia lalu berbaris membungkuk dan berjalan pelan-pelan ke samping panggung sambil tetap dadah-dadah.

Ketika melakukan aksi pura-pura pamit, biasanya sang vokalis akan mengucapkan kalimat singkat semacam, “Terima kasih! Selamat malam!” sambil dadah, lalu berjalan buru-buru ke samping panggung, diikuti teman-temannya.  Di panggung, lampu masih redup. Belum terang seperti biasanya ketika pertunjukkan berakhir.

Biasanya, band baru naik ke panggung lagi setelah penonton berteriak meminta sesi encore alias lagu tambahan. Lalu, band akan menghajar dengan lagu yang temponya menghentak, dengan harapan kemunculan mereka langsung memompa semangat penonton yang tadi sempat sedih karena ditinggal band.

Padahal, sebagian besar penonton juga sudah tahu. Itu adalah aksi pura-pura pamit—apalagi kalau baru 1 jam 15 menit sudah pamit, padahal kan biasanya konser tunggal paling sebentar durasinya 1,5 jam. Sebagian besar penonton sudah tahu bahwa band paling juga hanya ingin ganti baju, atau ingin diteriaki,

“We want more!”

“We want more!”

“We want more!”

Sebuah permintaan yang agak sedikit dipaksakan jadinya, karena sebagian besar tahu, mereka harus meneriakkan itu supaya band datang lagi. Bukan permintaan tulus karena tak puas. Toh, penonton tahu bahwa pertunjukkan belum berakhir.

[pagebreak]

Nah, sudah saatnya aksi ini ditinggalkan. Sudah saatnya band berhenti melakukan ini, karena sudah jadi aksi panggung yang basi. Tak menarik lagi. Ibarat reality show yang sudah diketahui penonton bahwa pertunjukkannya adalah rekayasa.

Hanya Otong Koil yang bisa melakukan aksi pura-pura pamit ini dan tetap menarik—saya menyaksikan ini beberapa tahun lalu waktu mereka manggung di Hard Rock Café Jakarta. Itu pun karena dia dengan jujur bilang di panggung pada penonton bahwa penonton juga tahu mereka sebenarnya cuma pura-pura pamit padahal sebenarnya mau ganti baju.

Aksi pura-pura pamit di panggung padahal minta dipanggil lagi oleh penonton mengingatkan saya pada trik belanja yang biasa dilakukan ibu-ibu. Kalau menawar barang sudah sampai tahap ngotot-ngototan dengan penjual, dan penjual tetap tak mau menurunkan harganya, biasanya ibu-ibu langsung meninggalkan penjual itu. Harapannya: penjual menyerah, lalu memanggil si ibu-ibu dan sepakat dengan harga yang dibilang oleh ibu-ibu.

Padahal, ya kalau mau mengambil jeda untuk istirahat di panggung, band bisa mengisinya dengan menampilkan video atau musik yang mereka siapkan untuk jeda, sambil bilang bahwa mereka turun panggung hanya sebentar. Pasti itu lebih menarik. Dan ketika akhirnya mereka memainkan sesi encore, bukan karena permintaan yang dipaksakan, tapi permintaan tulus dari penonton.

Saya jadi ingat ketika Smashing Pumpkins tampil di Jakarta dalam sebuah festival musik. Dia melakukan aksi yang sepertinya harusnya sih pura-pura pamit, tapi jadi pamit betulan. Pamit prematur. Bukan apa-apa, menurut mereka yang bisa melihat setlist di panggung, masih ada beberapa lagu lagi yang harus mereka mainkan. Tapi, Billy Corgan setelah pamit dari panggung, tak datang lagi ke panggung. Padahal, tak ada tanda-tanda bahwa panggung selesai dipakai.

Belakangan, beredar kabar bahwa Billy Corgan tak naik panggung lagi karena kesal melihat pacarnya berpelukan dengan vokalis The Vines, band dari Australia. Pacarnya Billy Corgan yang juga musisi dari Australia, adalah temannya sang vokalis The Vines. Yah, namanya juga bertemu teman di negara orang, pasti senang. Mungkin Billy tak tahu mereka berteman. Mungkin Billy tak suka pacarnya berpelukan dengan lelaki lain. Mungkin juga kabar ini hanya gosip.

Tapi, seandainya itu benar. Tak akan ada konser Smashing Pumpkins yang begitu menimbulkan pertanyaan dan rasa penasaran, seandainya mereka tak melakukan aksi pura-pura pamit. Mungkin Billy Corgan saking kesalnya, jadi sudah hilang mood untuk naik panggung lagi meskipun sudah dipanggil penonton. Kalau seluruh lagu dimainkan tanpa ada jeda pura-pura pamit, tak masalah Billy Corgan bete karena cemburu buta, penonton bisa menonton Smashing Pumpkins tampil membawakan lebih banyak lagu.

[bacajuga]

Jadi, sodara-sodara.

Mari kita berdoa, semoga para musisi dan pemain band mulai meninggalkan aksi pura-pura pamit dan menunjukkan aksi panggung yang lebih kreatif dan menarik ketimbang meniru trik ibu-ibu dalam menawar barang.

Saya pamit betulan, ya. Soalnya, penulis tak bisa pura-pura pamit dan berharap pembaca berkata, “Ayo dong kasih lagi bahan bacaannya. Masa’ segini aja tulisannya?”

Foto: zacharymule.com, variety.com, syukaery.com, scarletstarstudios.com

PERSONAL ARTICLE

ARTICLE TERKINI

Tags:

#Soleh Solihun #Encore #Billy Corgan

0 Comments

Comment
Other Related Article
image article
Noize

Rudolf Dethu: Muda, Bali, Bernyali

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Perilaku Individu Musik Indonesia di Era ‘Baby Boomers’ dan ‘Gen X’

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Yulio Piston: Tentang Menjadi Pengkritik Musik

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Sudah Saatnyakah Indonesia Punya Rock ‘n Roll Hall of Fame?

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Acum Bangkutaman: Mencari Band Buruk yang Berpengaruh

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Berkeliling Eropa Bersama Morgensoll dalam Eternal Tour 2023

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Pentingnya Paham Soal Hukum dalam Industri Musik

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Musisi Bertopeng dan Budaya Asalnya

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Menebak-nebak Masa Depan Vinyl Indonesia

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Catatan Perjalanan: EHG Forever, Forever EHG!

Read to Get 5 Point
image arrow
1 /