Close burger icon

HELLO THERE, SUPER USER !

Please Insert the correct Name
Please Select the gender
Please Insert the correct Phone Number
Please Insert the correct User ID
show password icon
  • circle icon icon check Contain at least one Uppercase
  • circle icon icon check Contain at least two Numbers
  • circle icon icon check Contain 8 Alphanumeric
Please Insert the correct Email Address
show password icon
Please Insert the correct Email Address

By pressing Register you accept our privacy policy and confirm that you are over 18 years old.

WELCOME SUPER USER

We Have send you an Email to activate your account Please Check your email inbox and spam folder, copy the activation code, then Insert the code here:

Your account has been successfully activated. Please check your profile or go back home

Reset Password

Please choose one of our links :

Ketika Rocker Terjun ke Panggung Politik

Author :

Article Date : 14/02/2017

Article Category : Super Buzz

Musik dan politik ibarat dua kutub yang selalu berseberangan satu sama lain. Musik secara harfiah dianggap sebagai perwujudan kebebasan seseorang dalam berekspresi lewat nada dan lirik. Lain halnya dengan politik. Dalam diksi Yunani kuno: Politikos, diinterpretasikan sebagai seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan. Dari pemaknaan keduanya tentu dapat disimpulkan, musik dan politik berbeda ranah.

Namun jangan salah, simbiosis antara musik dan politik dapat terjadi, terutama jika kita menengok tujuh hingga delapan dekade ke belakang. Bermula dari pasca konflik perang dunia kedua jadi penanda sirine era musik dan politik saling bersahutan. Segelintir masyarakat modern percaya dan sadar betul ‘kekuasaan’ adalah substansi dari perpecahan yang terjadi di muka bumi. Beberapa seniman mulai menyumbangkan buah karya lewat lagu kritik bertema sosialis pada masa itu.

Di era 1940-an dan 1950-an muncul musisi folk yang menyuarakan aspirasi sosial mereka lewat untaian lagu bermakna kuat. Diantaranya yang mencuat adalah Woody Guthrie dan Pete Seeger.

Kemudian muncul deretan pelakon folk revival di awal 60-an seperti Bob Dylan hingga Joan Baez. Dylan dengan tembang “Blowin’ in the Wind” mampu mendeskripsikan dengan baik lagu bernada protes yang ia tunjukkan sebagai bentuk perlawanan kepada pihak rezim pemerintah pasca berkecamuknya perang Vietnam pada masa itu.

Hal-hal mendasar mengenai perdamaian, perang, dan kebebasan ia terjemahkan secara sempurna di dalam kitab-kitab karyanya yang kelak diikuti oleh para pemujanya. Maka tak heran, sebagian musisi dianggap memiliki bakat naluriah dalam kancah politik. Tak ayal, sang ‘pemberontak’ pun akhirnya ditasbihkan sebagai wakil rakyat sesungguhnya oleh segelintir penggemar fanatik atas aksinya yang mampu menginspirasi bahkan menggerakkan nurani sekumpulan massa hanya lewat sebuah seni bernama musik.

Beberapa musisi-musisi tenar yang dianggap vital mulai mencoba peruntungan menuju jalur politik. Hal ini dilakukan demi sebuah tujuan, yakni revolusi. Salah satunya adalah Jello Biafra, frontman dari band punk rock kontroversial asal Amerika Serikat, Dead Kennedys. Bagi sosok seidealis Biafra, pamornya dikenal luas sebagai figur anti pemerintahan. Ia kerap kali menentang rezim lewat aksi liar bersama pasukannya. Dirinya tenar di kalangan para marjinal karena mengemban politik sayap kiri yang cenderung berlawanan dengan poros politik Amerika Serikat.

Pada 1979 silam, dunia musik bawah tanah sempat dibuat heboh lantaran Biafra mencalonkan diri maju menjadi walikota San Francisco. Awalnya pencalonan Biafra di kursi pemerintahan sempat dianggap sebagai lelucon semata, tetapi Biafra menegaskan dirinya tak main-main ingin terjun ke dunia politik.

Walau pada akhirnya ia harus menelan pil pahit, tak terpilih sebagai wakil rakyat ‘minoritas’, tapi secara mengejutkan ia berhasil mengumpulkan perolehan suara sebanyak 3.79% dari total pemilihan alias sebanyak 6.591 warga San Fransisco memilihnya. Biafra pun menduduki urutan ketiga dari 10 kandidat.

Lain halnya Gylve Nagell alias Fenriz. Pendiri duo black metal veteran asal Norwegia, Darkthrone, itu serupa namun berbeda nasib dengan Jello Biafra. Pasalnya secara kebetulan dirinya terpilih sebagai wakil dewan kota di tempat tinggalnya, Kolbotn. Uniknya, Fenriz sama sekali tak memiliki latar belakang politik di perjalanan akademisnya.

Ia terpilih secara tak sengaja lantaran poster jenakanya menggendong seekor kucing. Di situ ia menuliskan jargon ‘Jangan pilih saya’. Terpilihnya Fenriz sebagai wakil rakyat, cukup membuktikan jika warga sipil kini tak lagi peduli dengan status politis. Siapa saja berhak maju menuju panggung politik, tanpa harus memandang okupasi yang selalu dianggap sakral sebelum terjun lebih dalam ke dunia pemerintahan.

Selain dua contoh musisi di atas, penyanyi flamboyant asal Inggris, Morrissey, sempat diisukan bakal maju sebagai kandidat walikota London di tahun 2017. Eks vokalis The Smiths itu didekati oleh partai pembela hewan Animal Welfare yang menaunginya. Moz memang giat berkecimpung di organisasi yang menangani hak hewan seperti PETA.

Bukan hal yang mustahil, jika suatu saat Morrissey bakalan serius untuk memikirkan jenjang kariernya sebagai politisi elit, mengingat Moz merupakan sosok musisi idola dengan jumlah fanbase fanatik yang banyak tersebar di seluruh dunia. Tentu dukungan akan terus mengalir kepadanya jika benar ia berniat menapaki profesi di ranah politik.

Sebenarnya masih banyak terdapat jajaran para musisi-musisi yang sempat meramaikan ingar-bingar panggung politik. Sebut saja Krist Novoselic (Nirvana), Dave Rowntree (Blur), Peter Garrett (Midnight Oil), hingga Einar Örn (Sugarcubes). Fenomena musisi beralih karier menjadi politisi saat kini telah menjadi buah bibir hangat di kalangan manapun. Pro dan kontra tentu takkan lagi terhindarkan.

Integritas musisi sebagai pelaku seni mulai dipertanyakan. Adakah hal-hal atau kepentingan lain yang menjadi ‘agenda’ politik bagi pihak ketiga? Tak perlu jauh berprasangka negatif, sebenarnya sah-sah saja jika musisi mencoba peruntungan di dunia politik, asalkan ia mampu bertanggung jawab dan membawa dampak perubahan yang positif, kenapa tidak?

PERSONAL ARTICLE

ARTICLE TERKINI

Tags:

#Jello Biafra #Fenriz #Morrissey

0 Comments

Comment
Other Related Article
image article
Super Buzz

Lalahuta Cerita tentang Patah Hati di Single Terbaru 1 2 3

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Super Buzz

The Rain Rilis Single Mengembara, Rayakan 22 Tahun Berkarya

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Super Buzz

Suara Kayu Lepas Single Terbaru Berjudul Rekat

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Super Buzz

D’Jenks Rilis Musik Video Reggae Reseh, Penghormatan untuk Kebayoran

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Super Buzz

Yovie Widianto Bentuk Supergrup SEMVA, Rilis Single Sumpah Cintaku

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Super Buzz

Gugun Blues Shelter Lepas Single Terbaru Berjudul Don’t Cry For Me

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Super Buzz

Sarah Barrios Rilis Lagu Singkat Serba Nyeleneh Berjudul Bitter Bitches

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Super Buzz

Ganti Nama, Club Mild Lepas Single Baru Bertajuk Sun Gazer

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Super Buzz

Ranu Pani Mengajak Berimajinasi di Album Terbaru Berjudul Inklusi

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Super Buzz

Umumkan Album Baru, Neck Deep Rilis Single Berjudul “It Won’t Be Like This Forever”

Read to Get 5 Point
image arrow
1 /