Author :
Article Date : 20/11/2020
Article Category : Super Buzz
Di era tahun 1990-an, Bandung merupakan sebuah kota yang jadi salah satu acuan untuk perkembangan musik independen di Indonesia. Pada masa itu, Bandung kerap kali melahirkan band-band independen berbagai genre yang hingga saat ini punya pengaruh besar di skenanya masing-masing. The Milo adalah salah satu di antaranya. Band yang terbentuk di tahun 1996 ini awalnya merupakan proyek sampingan dari masing-masing anggotanya yang sudah lebih dulu aktif bermusik di skena pop independen di Bandung. Namun, semakin sering bersama, akhirnya proyek sampingan tersebut jadi proyek serius untuk dijalani oleh Ajie Gergaji (vokal, gitar), Taufik Hidayat (gitar), Rizki Khaerullah (bass), Hendi Priyatna (keyboard), dan Budi Wiranto (drum). Kelima anggota anggota tersebut mantap membawa The Milo mengarungi skena dream pop/shoegaze.
Pemilihan nama The Milo sendiri punya cerita unik. Ajie Gergaji yang gemar menonton film dan serial televisi animasi menyatakan bahwa nama “Milo” yang digunakan jadi nama band tersebut diambil dari nama karakter anjing peliharaan Mickey Mouse. Menurut dirinya, nama The Milo merupakan nama yang cukup bagus disematkan sebagai sebuah nama band. Selain itu nama yang singkat dan padat tersebut akan mudah sekali diingat bagi siapapun yang mulai mendengarkan musiknya kala itu. Secara musikal, The Milo sendiri banyak dipengaruhi oleh karakteristik musik shoegaze yang dibawakan oleh My Bloody Valentine, Cocteau Twins, dan Slowdive.
Malang melintang dari panggung ke panggung sejak tahun 1996, The Milo akhirnya memutuskan untuk masuk ke dapur rekaman pada tahun 2002. Aktivitas tersebut menghasilkan sebuah single perdana bagi The Milo yang dapat didengarkan di mana saja. Single berjudul Romantic Purple ini dirilis The Milo di bawah naungan Flatspills Records. Single Romantic Purple ini menjadi penanda bagi The Milo untuk melebarkan sayapnya secara nasional. Terbukti setelah kehadiran single tersebut, The Milo mulai tampil di panggung-panggung lintas kota. Kuatnya pengaruh single Romantic Purple membuat The Milo teguh untuk segera merilis album perdananya.
Di tahun 2003, akhirnya The Milo merilis album pertamanya yang berjudul Let Me Begin di bawah naungan MMAI Records. Berisi 12 lagu, album ini semakin menguatkan nama The Milo di skena musik Independen Tanah Air. Salah satu single jagoannya, Dunia Semu, kerap kali terdengar di putar di berbagai radio di Bandung dan Jakarta. Selain itu, The Milo juga memproduksi secara independen video klip dari kumpulan lagu yang ada di dalam album tersebut. Di antaranya adalah Malaikat, Romantic Purple, Yin's Evolving, Dunia Semu, dan Lolita. Malaikat merupakan salah satu video klip garapan The Milo yang kerap kali diputar di MTV Indonesia pada masa itu. Sebelum berhasil merilis single dan album perdananya, The Milo juga sudah mulai aktif mengenalkan karya-karyanya melalui album kompilasi. Salah satunya adalah lagu Broke yang diikutsertakan ke dalam album kompilasi delicatessen garapan Poptastic Records. Di dalam kompilasi tersebut The Milo juga bersanding dengan nama-nama band pop independen yang mumpuni, di antaranya adalah Mocca, The Upstairs, Sweaters, dan Blossom Diary.
Setelah perilisan album Let Me Begin, The Milo perlu memerlukan waktu selama 8 tahun untuk kembali merilis album keduanya, berjudul Photograph. Album kedua dari The Milo ini berisikan 8 buah lagu yang dirilis oleh Sadsonic Labs Records. Melalui album ini The Milo mencoba untuk mengutarakan keresahan terdalam yang dialami mereka. Tema yang lebih dark, grounded, dan personal hadir ke dalam komposisi di setiap materinya.
Jarak waktu antara perilisan album pertama dan kedua The Milo tersebut membuat citra band tersebut menjadi misterius. Pasalnya setelah perilisan album Photograph, The Milo juga tidak terlalu sering tampil untuk mempertegas eksistensinya. Meskipun begitu, The Milo sadar bahwa mereka memiliki basis penggemar yang cukup kuat. Barulah di tahun 2017, The Milo kembali meluncurkan kumpulan karya terbarunya. Kali ini The Milo merilis album kompilasi berisikan B-sides dan rarities dalam album berjudul Wasted Parts yang dirilis oleh Anoa Records. Materi-materi untuk album tersebut merupakan hasil rekaman demo yang tidak rilis serta remix dari lagu-lagu terdahulu yang tergabung di dalam dua album sebelumnya.
Setelah perilisan album kompilasinya di tahun 2017, The Milo yang kini tinggal berempat, setelah ditinggalkan oleh Rizki Khaerullah di tahun 2014, seakan kembali tertidur dan hingga saat ini karya-karya terbarunya masih ditunggu oleh para penggemarnya. Barulah di tahun 2020, Ajie Gergaji mengumumkan bahwa The Milo akan segera merilis kembali dua album mereka di bawah naungan Anoa Records. Rencananya Photograph akan dirilis terlebih dahulu, yakni di akhir tahun 2020. Sedangkan album Let Me Begin menyusul di awal tahun 2021. Ajie Gergaji menyatakan bahwa dirinya bersama The Milo ingin menutup tahun 2020 yang terkesan mendung ini dengan karya-karyanya yang bersifat reflektif dan kembali membuka lembaran baru di tahun 2021. Rencananya kedua album ini akan rilis secara digital.
Please choose one of our links :