Tampaknya tidak ada kata rehat di dalam kamus The Panturas. Alih-alih rehat sejenak berkat rilisnya album kedua mereka, Ombak Banyu Asmara. The Panturas memilih untuk tancap gas dalam menjaga semangat dan kreativitas mereka tetap mengalir. Kali ini, kreativitas yang lahir dari dalam tubuh band surf rock Jatinangor ini hadir dalam bentuk film pendek. Film pendek terbaru dari The Panturas ini melibatkan Edy Khemod (Seringai) sebagai sutradara.
Film pendek yang rilis pada akhir September lalu ini merupakan interpretasi visual dari single terbaru The Panturas yang berjudul All I Want. Penabuh drum di dalam tubuh The Panturas, Surya “Kuya” Fikri Asshidiq menyatakan bahwa kolaborasi dari segi seni apapun, termasuk visual jadi salah satu aspek penting dalam pembuatan karya The Panturas. Mewakili The Panturas, Kuya pun mengapresiasi segala bentuk arahan seni dari para kolaborator dalam memperluas makna dari karya band surf rock tersebut. “Kami terbuka akan hal-hal yang kolaboratif. Kami suka ketika orang mengutarakan perspektif lain dari lagu yang kami buat.” ungkap Surya “Kuya” Fikri Asshidiq terkait proyek film pendek The Panturas bersama Edy Khemod.
Secara cerita, film pendek dari The Panturas dan Edy Khemod ini bercerita tentang balas dendam dan asmara. Lagu All I Want dari The Panturas ini melengkapi beberapa adegan yang esensial dalam film pendek tersebut. Untuk proses penggarapannya, Edy Khemod dibantu oleh Angin Segar Films. Untuk pemain film pendek All I Want ini, The Panturas dan Edy Khemod pun dibantu oleh nama-nama aktor papan atas, seperti Prisia Nasution, Tio Pakusadewo, dan DImas Danang.
Film pendek baru garapan The Panturas dan Edy Khemod ini melanjutkan pejalanan mengarungi lautan musik Tanah Air dari album Ombak Banyu Asmara. Album Ombak Banyu Asmara dari The Panturas ini tetap memiliki irisan yang lekat dengan lautan. Dalam album barunya, band surf rock dari Jatinangor ini mengangkat tema tentang sebuah kapal yang mengangkut banyak orang dari ragam latar belakang budaya, seperti budaya dan tradisi yang tidak hanya datang Indonesia saja. Melainkan juga dari Cina, Jepang, Arab, Eropa, serta Amerika.
Selain itu, budaya dan tradisi yang diangkat oleh The Panturas ini tidak sekadar jadi aspek yang memperkuat tema saja. Sentuhan budaya yang beragam tersebut juga menjadi salah satu poros yang membantu The Panturas untuk mengeksplorasi musik mereka dalam meramu materi Ombak Banyu Asmara. Dalam beberapa lagu yang hadir, dapat terdengar instrumentalisasi alat musik tradisional maupun oriental yang menambah kesan unik dari album kedua The Panturas ini.
Terdapat 10 lagu yang telah berhasil ditelurkan oleh The Panturas dalam melengkapi perjalanan mereka untuk Ombak Banyu Asmara. Dalam menggarap materi yang dibutuhkan untuk album kedua ini, The Panturas ingin terus mencoba mendobrak batasan-batasan yang ada dalam memperkaya musiknya. “Kami banyak mendengarkan referensi baru di luar wilayah surf music puritan, semisal Takeshi Terauchi atau Yanti Bersaudara. Ombak Banyu Asmara coba mendobrak kebiasaan yang sudah pernah The Panturas lakukan sebelumnya. Kami tidak ingin tertebak”, ungkap Surya Fikri Asshidiq alias Kuya melalui rilisan pers tentang Ombak Banyu Asmara.
The Panturas juga menjelaskan bahwa album kedua yang mereka rilis ini masih memiliki irisan yang dekat dengan album Mabuk Laut. Hal tersebut dibuktikan oleh The Panturas melalui lagu pembuka berjudul Area Lepas Pantai. Dalam lagu pembuka tersebut, komposisi lagu yang dikarang oleh band surf rock ini cukup mengingatkan para penggemar dengan karya-karya mereka di album perdana. Namun, dalam lagu tersebut juga hadir unsur dan warna musik baru untuk melanjutkan perjalanan para penggemar The Panturas dalam menikmati album Ombak Banyu Asmara ini.
Image courtesy of The Panturas
Please choose one of our links :