Author :
Article Date : 21/10/2020
Article Category : Super Buzz
Sudah berdiri sejak 2002, The Sigit tetap konsisten melahirkan karya-karya. Band bergenre hard rock asal Bandung, Jawa Barat, ini menggarap beberapa proyek baru sepanjang 2020.
Pada akhir Juli lalu, The Sigit merilis sebuah single anyar dengan judul Another Day. Ini merupakan karya The Sigit paling aktual setelah terakhir merilis album pada 2013 silam dengan tajuk Detourn.
Frontman The Sigit, Rektivianto Yoewono, dalam akun Instagram USSFeed menyebut lagu Another Day terinspirasi dari berbagai album band luar negeri yang sempat ia dengarkan dan diaplikasikan di musik Another Day.
"Mau berbagi sedikit koleksi saya yang menjadi inspirasi bagi single barunya The Sigit. Yang pertama, The Stooges. Album pertama The Stooges ini sound gitarnya sangat primitif dan unik. False tapi enggak yang false yang biasa gitu deh, susah banget ngerekamnya," kata sosok yang akrab disapa Rekti ini.
"Yang kedua, album perdananya Brian Eno khususnya lagu 'Cindy Tells Me'. Di sini saya suka banget sound pianonya. Yang ketiga band legendaris Indonesia tahun 70-an, Shark Move dengan albumnya Gede Chokra's dan lagunya 'Harga'. Ini udah ada semua, groove-nya enak, bass line-nya enak, pianonya enak, organnya enak, mantap," kata Rekti.
"Yang terakhir, Cream dengan 'White Room'. Ini bagian intronya yang mengilhami saya membuat lagu yang moody dan bernuansa indah tapi tetap classic rock," ujarnya.
Munculnya single Another Day juga disebut-sebut menjadi awal mula dari lahirnya album berikutnya dari The Sigit. Namun, belum ada kepastian menyoal waktu perilisan dari album anyar tersebut.
Seiring munculnya kabar pembuatan album baru ini, The Sigit kembali menarik perhatian pecinta musik Tanah Air ketika merilis serial dokumenter pada Oktober dengan judul Footnote.
Footnote memuat berbagai momen fase-fase awal karier The SIGIT melalui kumpulan arsip dari tahun 2000-an awal. Videographer Adika Hernandi dipercaya untuk mengolah data-data mentah yang ada menjadi serial dokumenter yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya.
Empat buah episode pertama sudah disiapkan dan bisa disaksikan melalui Pitch Play, sebuah layanan video on demand yang kini bekerjasama secara eksklusif dengan The SIGIT.
Rangkaian dinamika perjalanan The SIGIT selama bertahun-tahun yang sengaja disusun tidak secara kronologis ini tentunya menarik untuk disaksikan, terlebih harga paket streaming eksklusif yang ditawarkan oleh Pitch Play terbilang cukup terjangkau.
"Kami punya arsip yang lumayan lengkap, merekam berbagai macam hal dari zaman EP dulu hingga era Detourne kemarin. Setelah dirapikan, akhirnya muncul ide untuk punya serial dokumenter yang memang menampilkan banyak hal yang belum pernah dilihat orang banyak sebelumnya. Ini musim pertama.
Di tengah proses perilisan serial dokumenter dan kabar persiapan album anyar, Rekti memiliki kesibukan lain di luar The Sigit. Rekti digandeng oleh band indie lawas Indonesia yang namanya juga sangat tenar, Mocca.
Kerja sama di antara keduanya diketahui setelah Mocca merilis single anyar dengan judul "There’s A Light At The End Of The Tunnel”. Berisikan lirik dengan Bahasa Inggris, lagu ini menyajikan duet maut antara Rekti dengan vokalis Mocca, Arina Simangunsong.
There's no turning back
Don't give up the fight
There's a light at the end of the tunnel
There's no turning back
Don't give up the fight
There's a light at the end of the tunnel
Di bagian lirik chorus itu, suara dari Rekti dan Arina saling melengkapi untuk menyebarkan hal-hal positif di masa-masa sulit karena pandemi.
"Setiap kali Mocca sedang mengerjakan album baru, kami selalu melibatkan teman-teman terdekat dari lingkungan kami. Kami sudah mengenal Rekti sejak lama dan kami merasa lagu ini sangat cocok dengannya," ujar gitaris Mocca, Riko Prayitno, kepada The Jakarta Post.
Rekti The Sigit awalnya hanya diminta untuk mengisi gitar dan vokal untuk bagiannya saja. Namun, semua sesi hasil rekaman yang dikirimkan kepadanya dipelajari kembali oleh Rekti. Ia pun menjadi co-produser di lagu "There’s A Light at the End of the Tunnel" milik Mocca.
"Pertama kali dengar lagunya, langsung mendapati perasaan optimis. Vokal sebagai elemen utama pembawa cerita sudah kuat, penambahan elemen suara laki-laki yang muncul di babak kedua lagu sepertinya bisa memperkaya lagi suasana kebersamaan," ujar Rekti mengenal lagu kolaborasinya itu.
Sekilas The Sigit
Ketika berdiri pada 2002, The Sigit beranggotakan Rektivianto "Rekti" Yoewono (vocals, guitar), Farri Icksan Wibisana (guitar), Aditya "Adit" Bagja Mulyana (bass), and Donar "Acil" Armando Ekana (drums).
Pada awal berdiri, musik-musik The Sigit banyak dipengaruhi oleh band-band rock klasik dunia macam Led Zeppelin dan The Stone Roses. Pada 2004, The Sigit merilis mini album.
Minim album itu membawa The Sigit banyak mendapat kesempatan tampil di berbagai gigs yang membikin nama mereka kian dikenal luas. Perjalanan karier mereka akhirnya membuahkan album studio pertama pada 2006 dengan nama Visible Idea of Perfection.
Album ini bahkan diminati oleh perusahaan rekaman asal Australia, Caveman! Records, yang mendistribusikannya di Negeri Kangguru. Hal itu berlanjut dengan kesempatan melakukan tur di Australia pada Juni 2007.
The Sigit sempat mengalami pasang-surut perjalanan sebuah band hingga akhirnya merilis album kedua pada 2013 atau hampir enam tahun lamanya setelah album perdana mereka.
Di album kedua mereka yang rilis pada Maret 2013 itu, The Sigit memberi tajuk Detourn. Album ini mendapat banyak respons positif hingga Rolling Stone Indonesia memberi nilai 4 dari 5 dan memberi penghargaan sebagai album terbaik pada tahun itu.
Please choose one of our links :