Close burger icon

HELLO THERE, SUPER USER !

Please Insert the correct Name
Please Select the gender
Please Insert the correct Phone Number
Please Insert the correct User ID
show password icon
  • circle icon icon check Contain at least one Uppercase
  • circle icon icon check Contain at least two Numbers
  • circle icon icon check Contain 8 Alphanumeric
Please Insert the correct Email Address
show password icon
Please Insert the correct Email Address

By pressing Register you accept our privacy policy and confirm that you are over 18 years old.

WELCOME SUPER USER

We Have send you an Email to activate your account Please Check your email inbox and spam folder, copy the activation code, then Insert the code here:

Your account has been successfully activated. Please check your profile or go back home

Reset Password

Please choose one of our links :

Author :

Article Date : 14/09/2015

Article Category : Noize

Coba sebut semua festival musik skala nasional atau skala internasional yang bergengsi dan yang besar atau festival band sekelas pensi, adakah yang tidak melibatkan band indie?, pasti ada tapi sangat jarang. Saat sebuah produk brand besar melakukan penetrasi promosi ke publik, dengan menggelar roadshow pertunjukan musik, adakah yang tidak melibatkan band-band indie?, mungkin ada, tapi sedikit dan fakta nyata di lapangan, band rock wiraswasta tak bermajikan atau akrab disebut band indie atau band sidestream sedang dalam masa kegemilangannya. Siapa yang berani mengatakan bahwa band-band major label yang sering kali tampil di acara pagi televisi, atau band mainstream-lah yang merajai festival?. Silahkan tanya ke event organizer, mereka sering mengundang musisi mainstream atau sidestream?, mana respon penonton yang paling besar?. Sekarang band indie mendominasi hampir semua festival musik yang digelar.

Fenomena band indie yang sedang menjadi primadona juga tidak semua bernasib baik, tidak lantas membentuk band indie pasti berdampak pada banyaknya job manggung dan punya banyak penggemar. Dalam wilayah musik sidestream, banyak juga band yang berakhir bubar jalan, karena secara nyata tak bisa diandalkan menjadi profesi ekonomi, memutuskan bubar karena pacekliknya penggemar dan nihilnya tawaran tampil. Artikel ini akan membahas isu sulitnya sebuah band merain penggemar. Alasan saya mengangkat topik ini adalah, karena hampir bisa dipastikan, fenomena band indie yang jadi incaran para event Organizer bukan sekedar band yang menyandang gelar band indie, salah satu syaratnya adalah, band indie yang punya basis massa besar, punya penggemar yang menggelembung. Sebelum artikel ini dibuat, saya sudah membayangkan butuh sosok musisi indie yang bisa angkat bicara, saya butuh menghadirkan role model band indie yang punya massa besar dan tengah menjadi primadona di banyak festival untuk saya bongkar isi kepala mereka, untuk saya curi ilmu mereka, demi kemajuan bersama.

Arian vokalis Seringai, Otong vokalis Koil, Eben gitaris Burgerkill dan Erix vokalis Endank Soekamti, dengan sangat mengesankan angkat bicara mengenai hal ini. Di era banjir informasi seperti sekarang, rasanya kita sudah kenyang dengan berbagai pilihan teori, tinggal buka Google, baca buku marketing atau buku-buku entrepreneur. Dengan itu semua kita mudah membaca ribuan ton teori, tapi saat kita mendengar langsung dari mereka yang nasihatnya terbukti, itu akan sangat berguna, kita butuh telaah lapangan, kita butuh mendengar lebih banyak narasi yang terbukti caranya berhasil. Saya sengaja membongkar isi kepala mereka, mengorek jiwa entrepreneur mereka, melalui telepon tanpa satu lembar-pun pertanyaan yang saya siapkan, dialog berlangsung dengan spontan. Jadi siapkan cemilan, rebahkan badan, saya bungkus rapi, saya susun semua obrolan dalam artikel ini. Mereka mengungkap rahasia, membagi-bagikan rumus dan cara, silahkan pilih pola mana yang cocok dengan kalian.

Arian Vokalis Seringai adalah orang pertama yang saya hubungi. Pertanyaan pertama saya adalah: Kira-kira apa penyebabnya sebuah band yang sudah melahirkan album tapi belum juga menciptakan penggemar?, dia menjawab dengan singkat: “Karyanya jelek, materi jelek dan promonya gak bagus, gue sih belum nemu penyebab lain selain itu”. Saya Tanya lagi, Jadi bagaimana cara yang tepat untuk menciptakan penggemar?. Arian menuturkan: “Harus punya sesuatu yang disukai, dari musik, dari personality, band yang punya karakter dan punya link untuk tampil di media seperti TV, dengan itu fanbase bisa nambah, tapi Seringai gak punya program, gak ada rencana juga membesarkan fanbase, kita cuma main aja terus di tempat-tempat yang jarang dikunjungi, mungkin aktif di sosmed, like di facebook jadi nambah, jadi lebih banyak yang dengerin karya kita”. Petanyaan terakhir, arian menjawab manfaat penggemar bagi band-nya, dia bilang: “Pesan jadi tersampaikan lebih banyak, pangsa pasar jadi luas, dan secara bisnis, gue setuju EO suka band yang punya massa”.

Orang ke dua yang saya hubungi adalah Otong vokalis Koil, pertanyaan yang sama saya lontarkan. Apa penyebab band tak punya penggemar?. Otong menjawab: “Gini ya Che, kalo lo mau punya banyak penggemar, band lo harus main di TV, jalan menuju apapun di Negara ini no. 1 harus lewat TV, kita jadi diperhatiin orang, diomongin orang. Coba aja orang punya obrolan yang sama, pada suka bola, sangat peduli berbagai hal, itu karena orang-orang itu pada nonton TV, semua orang nonton TV, ya kalo gue sih gak nonton”. Apalagi tong selain main di TV?, dia menjelaskan: “Bikin lagu yang bagus, karya tuh harus sebagus mungkin, karya yang nonjok, kalo lo bikin karya yang nonjok sampe kapan pun orang akan suka. Faktor lain mungkin yah, menurut orang kepribadian gue unik, mungkin itu bisa jadi daya tarik, dan orang mungkin suka sama fashion Koil, makanya mereka sampe ngebeli apapun yang gue pake”. Saya melanjutkan tanya, Koil memelihara fans?, punya program untuk ngurus mereka?. Otong menjelaskan: “Salah satu kesalahan gue ya itu, gak memelihara fans, padahal Koil punya potensi, tapi Koil malah males-malesan, mungkin karena kita gak terdidik ke arah sana, soalnya semua personil Koil juga orangnya Introvert. Koil gak pernah bikin fans gathering, mungkin karena gue gak nyaman, gue tuh gak bisa berada dalam sebuah kondisi ngumpul dikelilingi orang yang kagum sama gue, kalo di panggung kan jarak sama penonton jauh”. Jadi lo melihat fans seperti apa?. Otong menjawab dengan singkat: “Fans adalah konsumen, mereka adalah uang”.

Eben gitaris Burgerkill orang ke tiga yang saya buru, dia mengemukakan pendapatnya, kenapa band sampai tidak memiliki penggemar, dia menjelaskan: “Band daerah biasanya komunitasnya masih kurang, maksudnya komunitas penggemar musiknya masih kurang, jadi mungkin penyebabnya pengaruh geografis juga, tapi seperti Palembang, gue kaget ternyata komunitas musiknya ada dan besar, baru tau 5 tahun ke belakang ini”. Lantas bagaimana cara Burgerkill (BK) meraih penggemar?. Eben menjawab: “Manggung terus aja dulu, karena BK terbentuk tahun 1995, dan 1998 baru punya demo rekaman, dan di tahun 2000 baru rilis album, rentang waktu sebelum rilis kita main aja terus, begitu rilis album, orang tinggal makan”. Saya melempar pertanyaan yang sama, agar Eben membeberkan cara untuk band pemula agar meraih penggemar, dia katakan: “Bikin album yang bagus, karya itu di atas segalanya, BK juga terus aja bikin album, dan itu syarat biar ada sesuatu yang baru yang mau dikasih ke fans, kita kalo mau bersentuhan lagi kan harus ada hal baru yang ditawarin dong. Karya yang bagus tuh seperti makanan,  penyuka musik pasti mencari musik yang terbaik yang dia suka, orang pasti mau nyari makanan yang enak. Kalo udah punya materi yang layak dengar, kita harus pede, karena penggemar nanti akan ngikutin selera kita, BK sih gak peduli selera pasar”.

Saya dan mungkin banyak orang juga sudah tahu dan mengakui, Burgerkill salah satu band dengan basis massa besar dengan sebutan ‘Begundal’, saya terusik untuk membongkar cara mereka dalam menggelembungkan jumlah penggemarnya, Eben membagikan rumusnya dengan detail, “Kalo BK ada yang ngundang, artinya di sana ada penggemar Che, dan Alhamdulillah kita semua mau turun ketemu fans, main di café-café, beres manggung nemuin penonton, dampaknya besar tuh Che, nanti kalo kita main di panggung besar, orang-orang itu duluan yang bakal headbang di mosh pit buat kita. Rumusnya kita harus intim dengan mereka, lo gak bisa jadi rockstar, lo harus berbaur, itu sangat berarti buat mereka, meski cuma 1 atau 2 orang, kita rela nanggepin permintaan mereka untuk foto bareng. Serajin apapun lo aktif di sosmed, percuma kalo lo gak deket sama penggemar dan gak bikin karya, apa yang mau lo kasih?”.

Saya memotong dengan pertanyaan, betulkah BK punya program untuk penggemar?, Eben menjawab: “Sebenarnya gak punya program rutin, cuma BK sadar kita harus sharing ke penggemar, apa yang gue dapet, yang BK dapet harus di share, contohnya BK baru tour Eropa, pas pulang bikin pameran fotografi dan video, dan itu melibatkan fans, dan Begundal ada yang kerja di management BK. Seperti acara HellShow, itu juga salah satu usulan dari Bugundal, itu Festival bikinan BK sendiri, yang tampil band temen-temen BK dan band begundal dalam rangka merayakan anniversary BK yang ke 10 tahun, Hellshow udah kita gelar di Bali 2013 dan Bandung 2014. Eben menambahkan, “Bayangin Che, fans BK itu kebanyakan kelas ekonomi C-D, ada yang tukang parkir, tukang sapu jalan, beli merchandise BK harus nabung, makanya buat band baru dan mulai direspon, mereka harus tau cara memperlakukan fans, berusaha untuk bertahan, ngerjain mimpi-mimpi kecil, eksistensi terus, propaganda terus, promosiin musik lo yang bener, lakuin direct selling, samperin pembeli, manggung terus di mana pun, jangan pikirin uangnya dulu. Keuntungan yang udah dirasain BK: Loyalitas Begundal akhirnya makin kuat, kita gak khawatir main dimanapun ada mereka, si band jadi punya power”.

Ada satu nara sumber lagi yang akan berbagi cara, dia adalah Erix vokalis dari Endank Soekamti. Band yang berasal dari Yogyakarta ini justru melahirkan penggemarnya di Jakarta tahun 2003, mereka menyebut diri mereka dengan ‘Kamtis’. Saya menanyakan tentang kemunculan fans mereka yang lahir lebih dulu di Jakarta, Erix menjelaskan: “Sekumpulan orang yang menyatakan diri Kamtis itu lahir di Lebak Bulus Jakarta, setelah kita tampil di PL FAIR, kenapa duluan di Jakarta karena sejak rilis album, Endank Soekamti sempet jadi raja pensi di Jakarta, kita jarang pulang ke Jogja. Akhirnya massa terbesar kami di Jakarta, dan tersebar paling banyak di pulau Jawa”. Erix bersemangat membagikan ilmunya pada saya, bahkan dalam interview dia membagikan hasil pengamatannya, dalam membuat kategori penggemar, dia telah memetakan tipe penggemar hasil dari risetnya sendiri.

Erix menjelaskan: “Menurut pengamatan ku Che, tipe fans itu ada 3, yang pertama adalah Die Hard, ini lingkarannya kecil, hapal semua lagu, fanatik, dan kita akan didengar, dituruti, apa pun yang kita pake mereka ikutin. Apapun yang kita minta dituruti. Tipe yang ke dua namanya Fans, orang-orang ini kadarnya lebih rendah dari Die Hard, mereka mencintai kita, tapi juga mencintai band lain. Mereka merasa memiliki Soekamti, tapi juga memiliki band lain yang mereka suka. Nah tipe yang ke 3 adalah Listener, mereka lingkarannya lebih besar, gak fanatik, belum tentu tau semua lagu, tapi mereka juga suka banget lagu kita, mereka bisa bilang kalo lirik lagu lo gue banget. Listener ini belum tentu tau nama personil, tapi orang-orang seperti ini banyak banget. Nah kalo band udah bisa memetakan mereka, kita jadi tau harus pake teknik pemasaran seperti apa”. Lalu saya bertanya, apa yang Endank Soekamti lakukan sampe mereka memiliki 3 tipe penggemar itu?, Erix menerangkan: “Aku rasa kita harus membentuk karakter band, dan aku percaya karakter bisa dibentuk contohnya band Sex Pistols. Tapi alangkah baiknya karakter itu memang apa adanya diri kita. Tujuannya biar kita bisa menghadirkan sosok yang dianggap menarik, tapi orang akan jauh terpesona pada akhirnya, kalo kita apa adanya”.

Lebih jauh, saya menanyakan rumus Endank Soekamti dalam memperbesar massa penggemar baru, Erix menjelaskan dengan antusias: “Tahun 2003 juga kita masih goblok Che, gak tau caranya. Tapi dari dulu kita emang udah gak aman, coba Che, dari nama band aja kita udah culun, gak keren, personil gak ganteng, dulu aku bikin sticker gak ada yang mau nempel. Selama 15 tahun ini kita gak berenti evaluasi, analisa, dan merealisasikan rencana. Dari dulu kalo kita gak ramah sama fans, kita udah lama mati. Kamu pasti sering denger ungkapan klasik yang bilang: Kita gak bisa hidup tanpa fans, tapi pada prakteknya belum tentu tuh artis mau ngelayani fans, gak semua musisi bisa dan siap mempraktekan itu. Jadi intinya yang utama harus membangun keintiman, dari sana akan timbul kedekatan. Mereka akan bilang, Endank Soekamti tuh punya gue, hadirkan perasaan kaya gitu. Dengan intim, mereka jadi tau kita luar dalam, mereka akan jadi cinta sama kita apa adanya”.

Saya bertanya mengenai program mereka dalam memelihara penggemar, dan betul seperti perkiraan saya, Endank Soekamti punya strategi pemeliharaan  fans dengan cara yang bernas dan paripurna. Coba simak penuturan Erix berikut ini: “Intinya jangan sekedar komunikasi melalui karya Che, karena itu kita bikin catatan harian Endank Soekamti dalam bentuk video, kita sudah 4 tahun lalu melakukannya. Itu cara kami menyampaikan sesuatu ke penggemar, demi menjaga keintiman. Di sana kami melibatkan fans untuk berkontribusi, seperti saat kami bikin album di Lombok, itu jadi ajang silaturahmi dengan fans, momen itu akhirnya bahkan melahirkan lagu Soekamti Day. Program lain kami bikin album KOLABORASOE, kita kolaborasi dengan CJR, Cherrybelle, Slank, Naif, Gigi dan Pure Saturday, itu sebenarnya cara kami dalam merangkul fans baru, bahkan para penggemar mereka yang gak pernah dengerin karya kami jadi ikut dengerin”.  Erix mengungkapkan arti penggemar bagi band dan dirinya, dia katakan: “Kamtis seperti bensin, bahan bakar kita dalam melakukan apapun, mereka alasan kami bisa berdiri dalam melakukan hal hebat, bahkan pemicu kami dalam melakukan hal yang gak mungkin menjadi mungkin”.

Ok, rasanya penjelasan dan dialog di atas sudah bisa jadi bahan renungan dan evaluasi untuk kita sendiri, ternyata meraih, menciptakan, memelihara dan menggelembungkan penggemar bukan sesuatu yang mudah datang begitu saja. Silahkan kalian beri kesimpulan sendiri, silahkan pilih cara atau rumus yang mana yang cocok dengan kalian. Ah boleh jadi kalian punya cara unik selain yang saya ungkap, itu akan lebih memperkaya pengetahuan baru. Tapi buat saya, pernyataan mereka seperti sebuah virus akalbudi, kalo dijalankan akan menular, dari otak ke otak, menjangkiti pikiran, membuat kita bergerak, karena virusnya mengandung gagasan, pemikiran, konsep dan ideologi. Ternyata ada ilmunya, ternyata ada rumusnya, pelajari itu untuk meraih penggemar, sebelum kamu menuding dan menuduh bahwa penyebabnya si nasib buruk.

Foto: learntoplaymusic.com, goodnewsfromindonesia.org, radiotimes.com, fanart.tv

PERSONAL ARTICLE

ARTICLE TERKINI

Tags:

#Che Cupumanik #Band #Band Indie #Seringai #Koil #Burgerkill

0 Comments

Comment
Other Related Article
image article
Noize

Rudolf Dethu: Muda, Bali, Bernyali

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Perilaku Individu Musik Indonesia di Era ‘Baby Boomers’ dan ‘Gen X’

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Yulio Piston: Tentang Menjadi Pengkritik Musik

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Sudah Saatnyakah Indonesia Punya Rock ‘n Roll Hall of Fame?

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Acum Bangkutaman: Mencari Band Buruk yang Berpengaruh

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Berkeliling Eropa Bersama Morgensoll dalam Eternal Tour 2023

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Pentingnya Paham Soal Hukum dalam Industri Musik

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Musisi Bertopeng dan Budaya Asalnya

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Menebak-nebak Masa Depan Vinyl Indonesia

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Catatan Perjalanan: EHG Forever, Forever EHG!

Read to Get 5 Point
image arrow
1 /