Selepas resmi berpisah dari Burgerkill, Vicky Mono tetap menjaga api semangat bermusiknya untuk tetap membara. Hal tersebut pun akhirnya dibuktikan oleh sang musisi dengan hadirnya single perdana untuk proyek solonya berjudul Sang Putra Fajar. Untuk proyek musik terbarunya, sang musisi menggunakan nama dirinya sendiri sebagai persona, Vicky Mono Proyek musik ini juga mengundang musisi instrumentalis lainnya untuk membuat warna musik Vicky Mono jadi lebih unik dan berbeda dari karya yang pernah dirinya hasilkan sebelumnya.
Single perdana dari Vicky Mono ini dirilis pada akhir Agustus lalu. Latar belakang dirilisnya lagu Sang Putra Fajar ini datang dari bentuk rasa hormat Vicky Mono terhadap Ir. Soekarno. Selain itu, lagu ini juga jadi salah satu soundtrack yang mengisi sebuah pagelaran pentas seni bertajuk ung Karno Series: Besok atau Tidak Sama Sekali. Untuk karya solo perdananya ini, Vicky Mono mencoba untuk melepaskan personanya yang lekat dengan karakteristik musik metal. Untuk lagu Sang Putra Fajar, sang musisi melakukan pendekatan musik khas rock alternatif dengan sedikit sentuhan shoegaze dan juga post rock.
Dalam lagu perdana karier solonya, Vicky Mono mencoba untuk menggambarkan sosok Bung Karno yang teduh dan tegar menjalani kehidupan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia hingga akhir hayatnya. “Secara keseluruhan, debut single ini mencerminkan tentang keteduhan dan keteguhan Sang Putra Fajar, hingga perjuangannya telah sampai pada titik akhir. Dia mulai dilupakan dan kenangan saat kejayaan mulai hilang tergerus zaman”, ungkap Vicky Mono dalam menjelaskan kisah di balik lagu Sang Putra Fajar.
Vicky Mono juga ingin lagu solo perdananya ini jadi sebuah pengingat bagi banyak orang tentang betapa sulitnya perjuangan harus dijalani dengan hati yang lapang. “Lagu ini bukan hanya berbicara tentang kelahiran, tetapi lagu ini pun bisa menjadi sebagai pengingat bagi diri kita sendiri,” tambah Vicky Mono.
Untuk warna musiknya sendiri, Vicky Mono mencoba untuk menghadirkan dua nuansa yang berbeda dengan jembatan yang unik di antaranya. Bagian pertama lagu terdengar begitu jelas dan nyaring berkat nuansa musik waditra yang dihasilkan melalui degung. Selanjutnya, Vicky Mono menambahkan nuansa musik penuh gemuruh sebagai bagian dari karakteristik musik post rock dan juga shoegaze yang coba diangkat sebagai identitas baru sang musisi. Selain itu, Vicky Mono juga menyematkan potongan pidato dari Ir. Soekarno sebagai jembatan dari perubahan eksperimen warna musik di dalam lagu Sang Putra Fajar ini.
Dalam proyek musik solonya, Vicky Mono juga dibantu dengan beberapa musisi kenamaan yang tergabung dalam kolektif bernama Suarahgaloka Musik. Sosok yang tergabung di dalam kolektif tersebut di antara lainnya ada Harry Koi yang juga tergabung dalam band Under The Big Bright Yellow Sun, Trou dan Balaruna sebagai penabuh drum, Ibrahim Adi dari Pohaci Studio dan Flukeminimix sebagai gitaris, Raden Hilman sebagai pemain bass, Aria Ardikoesoema yang berperan untuk melengkapi seksi strings/brass/synthesizer/vokal latar, dan juga Irwan Darmawan sebagai pemain bangsing. Nama-nama musisi yang membantu Vicky Mono ini merupakan nama yang tidak asing lagi di skena permusikan Kota Bandung
Image courtesy of Vicky Mono
Please choose one of our links :